Setiap pria mampu
memanipulasi keadaan. Hanya saja urusan hati adalah persoalan lain.
(sumber: duniaku.idntimes.com)
Oleh
: Rozi Hariansyah
Kondisi sekitar kampus yang
terletak di pinggir jalan lenteng agung, Jakarta Selatan itu mendadak ramai. Tidak
tahu siapa yang memulai, rombongan mahasiswa masuk menyerbu di depan pintu gerbang.
Kira-kira tiga puluhan. Mereka rombongan dari berbagai kampus di Jakarta.
Almamater yang mereka pakai berwarna-warni. Ada yang merah, hijau , kuning dan
abu-abu. Kilauan matahari pada sore itu tidak bisa membohongi lagi, dari air muka mereka yang
marah dengan beberapa mahasiswa yang tidak mau diajak aksi lagi.
Lanjutan demo dua jam
sebelumnya, telah membuat macet jalan dari arah Depok yang mau ke arah Jakarta
itu. Mereka menegaskan keinginan untuk tetap jalan longmarch sambil mengajak mahasiswa dari kampus lain demi demo bareng. Penolakan dari kampus kita untuk lanjut dengan aksi pada sore
itu berbuah petaka. Kampus kita diserbu mahasiswa tak kenal (MTK).
Sementara itu saat yang
lain sedang baku hantam, Opan seorang mahasiswa jurusan kesejahteraan sosial, sedang asyik memadu kasih dengan pacarnya. Apa yang menarik dari perempuan
berlesung pipi dan berambut kepang seperti tarikan delman tersebut? hanya
Opan yang tahu.
Opan masih cemas saat melihat dari kejauhan ketika suasana makin keos di depan pos satpam. Sudah saling
lempar-lemparan batu. Meski jaraknya ratusan meter dari tempat Opan dan
pacarnya, Mahasiswa angkatan 2009 itu tetap saja khawatir. Sambil duduk bersila
dan berhadapan. Tatapan mata Opan tak membiarkan pacarnya itu beranjak. Kecuali
tiba-tiba ada suara yang tak asing.
Sesosok manusia yang
lewat tiba-tiba mengagetkan Opan. Dia adalah Ojin, mahasiswa jurusan ilmu
politik angkatan 2010. Dia mengajak Opan untuk ikutan lempar-lemparan dengan apapun
itu, untuk mengusir mahasiswa asing tersebut. Opan hanya mempersilahkan Ojin
yang ingin bergegas ke depan pintu gerbang. Sepintas Opan heran, Ojin malah
berbelok langkahnya ke arah kantin.
Pandangan Opan kembali
ke pacar. Membalas dengan senyum sejenak. Kali ini sepasang mata pacar membalas
tatapan Opan dengan seksama. Berharap punya kekuatan untuk mengatakan hal yang
sebenarnya. Mungkin periode selama enam bulan adalah waktu yang tepat untuk
membicarakan hal yang benar-benar serius.
Suasana suram di depan
kampus memberi jawaban. Pertanda yang tidak baik bagi Opan. Ia tidak menyangka
dalam suasana menjadi pelindung ini, pacar malah tega-teganya minta putus
karena lain hal. Bagai petir yang disambar oleh Gundala, Opan hanya bertanya, “mengapa?”.
Yang kita tidak tahu
adalah selama ini Opan terlalu posesif dengan pacar. Cemburu yang keterlaluan.
Bahkan tidak rela kalau dekat-dekat dengan laki-laki lain yang kebetulan sedang
satu tugas kelompok. Pacar meninggalkan Opan. Pergi menjauh menaiki tangga ke
belakang gedung dekat perpustakaan. Menghindari tawuran di depan kampus atau
berpaling dari Opan?
Opan hanya berharap
semua ini adalah ilusi optik tipuan dari penyihir manapun. Saat menghadapi
kenyataan, ia berlari menghampiri mahasiswa yang sedang ribut-ribut. Opan tak
tahu mana kawan mana lawan yang mesti diserang. Pikirannya kalut. Batang kayu
tergeletak dipungut dan dilempar begitu saja. Tidak kena siapa-siapa.
Opan berjanji untuk
pindah jurusan kuliah tahun depan agar tidak ketemu pacarnya lagi.
**
Sementara itu kantin
kampus mendadak ramai.
Tempat duduk berwarna
hijau melingkar itu terlihat kepenuhan. Kaki-kaki orang yang sedang duduk pun
tidak terlihat dengan orang-orang yang berdiri dan bersiaga. Suasana di depan
kampus yang membuat ini semua. Uboy jadi kerepotan.
Mahasiswa angkatan 2011
jurusan Ilmu Administasi ini lagi sibuk-sibuknya. Antrian panjang untuk membeli
sesuatu, dengan sigap dilayani oleh Uboy. Ada saja yang Beli pop mie. Air
kemasan tinggal sedikit, dan dua perempuan yang tak sabaran menunggu temannya
untuk beli jepitan rambut. Uboy hanya geleng-geleng kepala saat ada mahasiswa
yang celingak-celinguk mencari sesuatu. Padahal buku kuliah pengantar ilmu
komunikasi yang sedang dicarinya itu tepat persis di depannya.
Sibuk bukan jadi alasan
Uboy untuk tidak semangat sambil kuliah. Uboy merupakan salah satu mahasiswa
yang beruntung karena berkuliah mendapat beasiswa. Hanya saja sebagai balas
jasa, Uboy mesti tetap tinggal di wisma kampus (tempat tinggal untuk mahasiswa)
dan menjaga kantin.
Saat ini mata Uboy
sibuk mencari. Khawatir dia kena dampak tawuran yang sedang di depan pintu
gerbang. Siapa dia? Kerumunan orang-orang di kantin ini masih mengganggu Uboy.
Tetapi ada sesosok perempuan yang tidak sengaja senyum kea rah Uboy.
Perempuan dengan senyum
biasa saja namun memiliki bulu mata yang lentik itu sepertinya sudah
mengalihkan kantin. Uboy tak bisa berpaling setiap ada dia. Kadang kalau
perempuan berjilbab itu lagi nongkrong sama teman-temannya, Uboy suka curi-curi
pandang. Kali ini dia sendirian sedang duduk memandangi lapangan bola.
Kesempatan buat Uboy. Bolehkah laki-laki bila duduk berduaan dengan perempuan
yang bukan mahramnya?
Uboy tahu batas.
Lagipula Uboy masih harus tetap berjaga
di sini. Perempuan itu sebenarnya sudah sering diajak pergi bareng oleh Uboy. Ke
Perpustakaan, mampir ke taman seberang kampus ataupun makan bersama di warung
restoran bertulis “Selera Minang”.
Sudah tiga bulan sejak
pendekatan itu. Adalah waktu yang tepat untuk membicarakan ini semua. Uboy sayang
dia. Rasa yang tak bisa ditahan lagi mengalahkan keadaan ramai di kantin. Uboy
harus bergegas menghampiri dia.
Ketika ada temannya
yang bernama Ojin sedang teriak kencang, “Beli-Beli”, Uboy sudah meminta tolong
ke Saepudin untuk berjaga sementara waktu.
Harapan untuk bisa
berbicara dari hati ke hati mendadak sirna. Ucapan itu sudah terlanjur
terlontar. Dia menjauh. Ada apa? Uboy kaget. Terdengar semakin sedih saat dia
bilang, “kita selama ini hanya teman, maafkan aku”. Seolah obrolan yang tadinya
mengalir begitu saja tiba-tiba tersendat. Ramai terasa, tetapi hati terasa
sunyi.
Biarlah lambaian
dedaunan pohon bambu ini mengisyaratkan Uboy untuk tetap tenang. Tak mungkin
seorang pria yang sering mengaji dan tidak lalai salat lima waktu ini berpusing
hanya karena ditolak oleh seorang wanita.
Namun fakta mengatakan
sebaliknya. Ada air mata antara kena debu yang berterbangan di pinggir lapangan
bola atau karena kenangan tentang dia?
**
Situasi di depan pintu
gerbang kampus perlahan kondusif. Satpam yang sedari tadi sibuk mengusir
mahasiswa nekat menerobos kampus yang bukan tempat belajarnya itu, akhirnya
bisa melunakan otot-ototnya sejenak. Bala bantuan dari dalam, terutama
mahasiswa yang terusik dengan demo-demo akhirnya berakhir tenang. Orang-orang
di pos satpam pun bisa mengambil napas sejenak.
Mengambil seribu meter
dari depan pintu gerbang, arah kondisi jalan raya yang mengarah ke Jakarta
tetap saja macet. Pepe masih mendorong sepeda motornya yang tiba-tiba mogok.
Sembari mengingat apakah sudah isi bensin tadi siang barangkali, dia
menghubungi pacarnya yang masih di dalam kampus.
Pepe khawatir kalau
pacar kena ribut-ribut yang sedang berlangsung. Hari ini sebenarnya mahasiswa
jurusan ilmu politik angkatan 2010 tersebut ingin menjemput pacar yang habis
kuliah. Pacar Pepe angkatan 2008, memang lebih tua empat semester. Tetapi buat
Pepe tidak masalah kalau punya pacar lebih senior.
Beriringan dengan rasa khawatir
kondisi pacar di dalam kampus, Pepe terus menelepon pacar. Pepe tahu sedang ada
huru-hara di depan kampus. Berhenti sejenak. Tangan sebelah kanannya tak
henti-henti memantau layar Hp. Bagaimana kabar pacar?
Orang-orang yang ikutan
kena macet hanya bisa membunyikan klakson saat Pepe masih berhenti untuk
memastikan pacar mengangkat teleponnya. Sepeda motor Supra Fit nya hampir saja
ditabrak dengan sengaja oleh orang di belakang. Pepe sangat kesal sekali.
Perjalanan sampai kampus masih jauh.
Tiba-tiba Hp Opan
berbunyi. Ternyata Ojin yang memberi pesan singkat. Kata Ojin tidak perlu ke
kampus, daripada sakit hati.
Pepe bingung.
Bisa-bisanya Ojin kasih pesan yang isinya serius. Biasanya tidak ada yang
penting dari pesan yang selalu disampaikan oleh kawan satu angkatannya
tersebut. Hanya saja pesan yang dikirim oleh Ojin tidak hanya teks, tetapi juga
dengan foto yang membuat Pepe kaget.
Pacar sedang berduaan
dengan laki-laki lain. Sudah enam ratus meter dari lokasi titik Pepe mendorong
motor, rasanya Pepe ingin membanting saja sepeda motor yang lagi mogok itu. Apa
yang kamu rasa kalau pacarmu sedang asyik berduaan dengan MANTANnya? sebuah
pertanyaan tepat untuk menembus ulu hati setiap laki-laki yang keterlaluan kuat
manapun.
Sebelumnya Pepe selalu
diperingatkan Ojin untuk mencari wanita yang lain saja. Tidak apa-apa yang
senior juga. Hanya saja selama ini Pepe menganggap Ojin hanya bergurau. Dia
selalu mengirimi pesan berbentuk foto beberapa artis perempuan tahun 1990-an ke
Hp milik Pepe. Memperingatkan bahwa potensi selingkuh ke Mantan lebih besar
dari apapun.
Ojin benar, selama ini
Pepe terlalu kena ilusi untuk memacari perempuan yang lebih senior. Barangkali
Pepe hanya dijadikan pelarian saja. Pepe mulai berhitung. Menyadari bahwa pacarnya
yang sekarang memang baru putus dengan mantannya, dua minggu yang lalu.
Pepe memang baru
sebulan pacaran.
Meminggirkan sepeda
motor adalah hal yang tepat. Kali ini pesan berantai dari Pepe untuk pacar
terus-terusan dikirim. Pacar pun membalas dan hanya bilang “Maaf, aku masih
lebih sayang dia.”
Pepe berdiam diri
sejenak. Menelepon Ojin untuk bantu Stut-
istilah mendorong sepeda motor mogok pakai kaki sambil jalan. Ojin yang masih
di kampus pun bergegas menghampiri Pepe dan berteriak di telepon, “Kalau udah
nemu pom bensin, ayok kita nongkrong di blok M, cari komik Captain Tsubasa”.
Meminum satu-dua
tegukan dari air mineral yang baru saja dibeli, Pepe tak sadar air mata sudah
terminum lewat hidung.
Perlahan senja hilang dan
suasana depan kampus jalan lenteng agung, Jakarta selatan itu mendadak sepi.
**
“Ojin, Sedang apa kau”?
Kapten Mampang memanggilku untuk ke bawah mengikuti
buka puasa bersama. Tidak terasa sudah sepuluh hari aku menginap di Markas pada
bulan Mei ini.
Aku jawab, “Nulis cerpen,
Kapten”.
“Jangan galau terus”
Kapten Mampang bikin
keki lagi kalau sudah meledek soal beginian.
Buru-buru aku ke
bawah karena Adzan Magrib sudah berkumandang. Sepertinya panggilan Kapten
Mampang ini benar-benar penting,
lalu….
lalu….
Yang benar saja, sudah
ada dua puluh orang yang duduk di meja rapat.
“Nah, Ojin, kau sudah
siap mendapat tugas ini”? Kapten Mampang bikin aku waspada.
Aku akan bertempur
melawan kenangan. Bukan merek kopi yah tapi***
Tidak ada komentar:
Posting Komentar