Judul : Tindakan-Tindakan
Kecil Perlawanan
Penulis : Steve Crawshaw, John Jackson
Penerjemah Bahasa: Roem Topatimasang
Penerbit: INSISTPress
Tahun Terbit: November, 2015
Tebal: 13x19cm
xiv + 261 halaman
Oleh: Rozi H.
Orang-orang akan
mengingat peristiwa besar dengan perubahan yang terjadi sesudahnya. Peristiwa tersebut tentunya selalu dicatat
oleh sejarah untuk diketahui secara luas. Namun, sejarah seringkali lupa
menceritakan bagaimana adanya tindakan kecil yang justru memantik lahirnya
perubahan.
Itu karena perubahan selalu dimulai dari hal
yang sederhana. Tidak percaya? Buku berjudul Tindakan-tindakan kecil perlawanan ini menjawab bagaimana sebuah
perubahan-perubahan besar di dunia yang justru tidak bisa lepas dari peran
sepele dan mungkin dianggap tidak berarti apa-apa.
Buku yang ditulis oleh
Steve Crawshaw dan John Jackson dan diterjemahkan secara apik oleh Roem
Topatimasang ini menceritakan delapan puluh cuplikan kisah berisi perjuangan yang
dianggap biasa saja, namun memiliki efek luar biasa dari berbagai belahan
dunia. Dimulai dari Serbia sampai Sudan,
Afganistan, bahkan sampai Zimbabwe. Kisah-kisah tersebut dirangkum dalam
lima belas tema pokok, diantaranya mengenai kekuatan orang banyak, mengecoh
maksud sebenarnya, memanfaatkan peluang olahraga, perempuan bilang “tidak!”,
mengorganisir kesenian dan kekuatan satu orang.
TINDAKAN
KECIL YANG BERARTI DAN DIANGGAP BIASA SAJA
Penulis buku ini
sepertinya mengisyaratkan arti penting untuk bertindak, meskipun tindakan
tersebut memiliki konsekuensi untuk dikenal banyak orang ataupun dilupakan sama
sekali. Setiap tema pun diusahakan oleh penulis agar memiliki kesinambungan
cerita yang membuat pembaca tidak akan kesulitan untuk menemukan rantai pesan
dari tindakan kecil yang dimaksud penulis.
Seperti kisah mengenai
peran dari kekuatan orang banyak, salah-satunya mengenai tindakan ramai-ramai
warga mencuci kain kotor di depan umum, hanya untuk menyindir Presiden yang
terkenal korup dan kejam saat berkuasa. Dia Alberto Fujimori, Presiden Peru
yang berkuasa lebih dari satu dasawarsa yang dikenal sangat tidak merakyat.
Pada bulan mei tahun 2000, setiap hari jumat sejak pukul tiga sore, ribuan
orang selalu berkumpul di Plaza Mayor di pusat ibukota Peru, Lima. Kegiatan
mereka hanya sederhana, mencuci bendera nasional yang berwarna
merah-putih-merah. Tujuan gerombolan khayalak ini jelas, ingin mempertunjukan
bahwa penguasa Peru dan bendera nasionalnya sudah sangat kotor.
Penguasa Peru
menanggapi aksi massa tersebut dengan ancaman dan tekanan. Banyak yang
mengusulkan agar para pelaku pencucian bendera nasional itu ditindak karena
dianggap sebuah kegiatan teroris . Namun aksi protes mencuci kain kotor terus menjalar ke seluruh negeri. Ratusan
ribu warga bergantian mencuci kain yang diidentikan dengan bendera nasional
Peru yang berakibat adanya peningkatan dari jumlah massa tersebut.
Lima bulan setelah aksi
itu dimulai, Fujimori-Presiden Peru akhirnya mengisyaratkan diri untuk mundur
melalui faksimile saat masih berada di Jepang. Pada tahun 2009, Fujimori yang
dipulangkan dua tahun sebelumnya akhirnya dijatuhi hukuman penjara dua puluh
lima tahun atas semua bukti mengenai korupsi dan tindakan kekerasan sampai
pembunuhan terhadap semua lawan politik selama masa pemerintahannya. Tindakan
mencuci kain kotor yang tidak diduga sebelumnya tersebut, kini membuahkan
hasil. Bahwa bendera nasional Peru pun kini bersih.
Kisah tersebut
merupakan sekian dari kisah tindakan kecil dan sederhana lainnya yang memuat
pesan keberanian jika dilakukan bersama-sama. Lalu bagaimana bila tindakan
kecil tersebut hanya dilakukan oleh satu orang.
Disini kelebihan
penulis untuk mengimbangi makna tindakan kecil, yang justru benar-benar
dilakukan oleh orang kecil dan dianggap tidak memiliki kekuatan apa-apa.
Berbeda dengan cerita sebelumnya, yang memuat pesan politis dan dilakukan
beramai-ramai. Tindakan kecil ini telah menyelamatkan banyak nyawa dan hanya dilakukan oleh kekuatan satu orang!
Pembersihan etnis yang
dikenal dengan kejahatan Genosida terjadi di Rwanda yang dimulai pada tanggal 6
April 1994. Kaum ekstrimis Hutu telah membantai 800.000 orang Tutsi dan
orang-orang Hutu sendiri-yang berpikiran waras hanya dalam waktu tiga bulan,
sementara pemerintah menolehkan muka ke arah lain dan menganggap sedang tidak
terjadi apa-apa. Ketika para politisi dunia tidak bisa berbuat apa-apa, ada
satu orang Rwanda yang seorang diri menyelamatkan 1.268 lelaki, perempuan dan
anak-anak dari para pembunuh Hutu selama tiga bulan tersebut. Dia adalah Paul Rusesabagina, Manajer Hotel
Mille- yang kisahnya dibuat dalam film Hotel
Rwanda, -dirinya harus berkali-kali menghadapi para pembantai dengan resiko
nyawanya sendiri.
Tindakan Rusesabagina
dalam menyembunyikan keberadaan dan identitas orang-orang tersebut diakuinya
sebagai tindakan lumrah yang bahkan seorang biasa pun bisa melakukannya.
Tindakan cepat yang dilakukan Rusesabagina berbarengan dengan kegagalan
orang-orang asing yang berbondong-bondong datang yang awalnya untuk memecahkan
masalah, malah menimbulkan masalah baru. Saat pembunuhan massal mulai terjadi,
mereka yang selama ini sangat prihatin dengan keadaan di Rwanda sudah tidak
terkejut lagi. Maka dengan keberanian dan kata-kata nya sendiri, Rusesabagina
pun melakukan penyelamatan. Sudah tak terhitung lagi berapa kali dia harus
menempuh risiko terbunuh ketika menyelamatkan kawan, kenalan dan para
tetangganya.
Sampai akhirnya
Presiden Bill Clinton menyampaikan permohonan setengah maaf atas kegagalan
pemerintahannya mencegah terjadinya pembantaian massal di Rwanda.
Sampai disini pembaca
pasti akan merasa bingung, dimana letak heroiknya Rusesabagina dalam menyelamatkan
orang-orang yang hampir dibunuh? Seperti yang dikatakan Rusesabagina, “ini
adalah hal yang biasa saja, menyelamatkan nyawa orang lain”. Pesan tersirat
penulis yang saya akui mengalami kesulitan merangkai sekelumit kisah kejahatan
genosida di Rwanda tersebut adalah “keberhasilan kekuatan satu orang dibanding
kekuatan pemerintahan asing-
pemerintahan Amerika.”
Melalui buku ini, kita
diajak untuk mereflesikan kembali bagaimana semua hal itu berguna dan
bermanfaat, tidak peduli seberapa besar dan seberapa kecil yang telah kita
berikan. Di bagian inilah sebuah tindakan kecil pun tidak bisa dipisahkan dari
sebuah kisah perubahan. Rezim yang runtuh, kebijakan pemerintah yang berubah
dan hak asasi manusia yang diperjuangkan.
Secara penulisan
kualitas buku terjemahan ini sudah baik, namun beberapa kisah menurut hemat
saya terlalu diringkas, sehingga kesan dan makna perjuangan orang biasa yang
dianggap luar biasa pada akhirnya juga dianggapnya biasa. Kemungkinan hal itu
berasal dari kapasitas halaman yang dimuat
dibatasi sepertinya, sehingga rangkaian cerita seperti terputus-putus.
Tetapi ilustrasi sampul
buku yang menggambarkan seorang nenek yang menggenggam bendera sedang ditahan
oleh aparat negara memiliki makna yang jelas sebelum pembaca lebih jauh membuka
isi buku. Pada ilustrasi tersebut Nenek itu terlihat tidak punya rasa takut
sama sekali. Makna ilustrasi ini jelas memprovokasi bahwa orang yang dianggap
tidak punya kekuatan, lemah dan merasa kecil pun juga berani melakukan
perlawanan.
Pada akhirnya buku ini
wajib menjadi referensi bacaan untuk siapapun, bahwa memahami sebuah tindakan
baik besar ataupun kecil tetap memiliki keberanian yang bernyali juga.*
*Sebelumnya tulisan ini sudah pernah dimuat di blog bilanglantangwordpres.com
Terimakasih telah meengulas buku INSISTPress. Rehal buku ikut ditautkan di: http://blog.insist.or.id/insistpress/id/arsip/14032
BalasHapus