Minggu, 09 Desember 2018

BERDIKARI DENGAN ROKOK KRETEK


Selama ini, gagasan kemandirian ekonomi sebuah organisasi menjadi wacana yang bertujuan mencukupi kebutuhan hidup anggotanya. Terobosan yang dilakukan tentu saja adalah meningkatkan capaian produksi yang dapat dimanfaatkan oleh masyarakat luas. Apa yang bisa diproduksi untuk dapat dimanfaatkan oleh masyarakat luas ini? Cobalah mampir ke Kedai Kopi milik KPRI yang beralamat di Jalan Mampang Prapatan IV No. 80, Jakarta Selatan.



Sumber: bolehmerokok.com


Oleh: Rozi H.

Tidak hanya suguhan kopi ala Jawa Barat yang dapat dinikmati. Kedai yang memanfaatkan luas garasi ini juga menjual sebuah rokok kretek bernama ‘Kretek Congres.’ Jenis rokok apa itu? Rokok itu adalah sigaret kretek tangan dengan isi dua belas batang, yang menjadi usaha kemandirian ekonomi organisasi.

Anwar Ma’ruf mengatakan bahwa bila seorang perokok mengonsumsi Kretek Congress, maka dia sudah membantu kemandirian ekonomi organisasi, khususnya usaha ekonomi dari buruh dan petani. “Kretek Congress merupakan rokok kretek buatan masyarakat lokal yang diproduksi oleh petani dan keluarga buruh migran yang tergabung di koperasi milik Migrant Center, Kabupaten Tulungagung, Jawa Timur,” tutur pria yang akrab dipanggil Sastro ini.

Kualitas rokok kretek milik organisasi KPRI ini senantiasa berubah. Meskipun sudah diproduksi sejak tahun 2012 dan mulai melakukan eksperimen pasar dari empat tahun lalu, proses memproduksi Kretek Congress selalu mengalami hambatan. Anwar mengungkapkan hambatan tersebut berkaitan dengan kualitas. “Ada pengalaman pada waktu pertama kali produksi Kretek Congress, ternyata banyak yang protes karena rasanya kurang enak. Sesudah diperbaiki, ternyata malah semakin parah. Ada orang yang batuk setelah hanya menghisap sebatang. Namun seiring perbaikan cita rasa, sekarang dijamin kualitas rokok kretek ini sudah bagus dengan harga yang terjangkau tentunya,” tambah Anwar yang selama ini menjabat sebagai Sekretaris DPN KPRI.

Sebagai salah satu bagian dari usaha produksi milik KPRI, kualitas memang harus selalu dijaga dengan baik. Bila tidak, para kretekus akan segera berpaling ke merek rokok lain.
Senada dengan Anwar, Alfa Gumilang, aktifis yang pernah mencoba Kretek Congress mengungkapkan bahwa kualitas rasa dari Kretek Congress sudah dapat bersaing dengan jenis rokok kretek lainnya. Secara pribadi dia juga membandingkan kualitas rasa Kretek Congress dengan beberapa jenis rokok kretek lainnya. “Sebagai jenis rokok kretek non-filter, Kretek Congress dari segi kualitas sudah mampu melewati rasa rokok kretek ‘pasar’ yang selama ini mendominasi, seperti Dji Sam Soe ataupun Djarum Coklat. Namun, rokok kretek ini masih kalah dengan rasa rokok kretek yang biasa saya konsumsi,” ujar Alfa yang mengaku terkadang mengudud rokok kretek Gudang Garam Merah.

Sembari membakar sebatang Kretek Congress, Alfa juga memberi masukan terkait komposisi Kretek Congress yang menurutnya tidak seimbang. “Cengkehnya terlalu banyak. Hal ini bisa mempengaruhi kadar keasaman rokok kretek itu sendiri,” lanjut Alfa yang pernah aktif sebagai Sekjen di Komunitas Kretek.

Mengonsumsi dari Apa yang Sudah Diproduksi
Mengapa harus memulai dari usaha rokok? Nyatanya konsumen rokok di Indonesia merupakan surga terbesar bagi industri rokok secara nasional. Pertarungan harga, pembuatan iklan yang kreatif dan kualitas rasa menjadi poin pertama alasan perokok untuk memilih.

Bandingkan harga rokok khususnya rokok kretek non-filter yang ada sekarang. Tabel di bawah ini membandingkan harga Kretek Congress dengan rokok kretek non-filter lainnya yang menjadi favorit para kretekus selama ini.

No.
Rokok kretek non-filter
Pemilik
Isi per bungkus
Rata-rata harga per bungkus (April 2017)
1
Kretek Congress
KPRI
12
Rp8500,00
2
Dji Sam Soe Kretek12
HM. Sampoerna
12
Rp17.000,00
3
Djarum Coklat
Djarum
12
Rp12.500,00
4
Sampoerna Hijau Kretek
HM. Sampoerna
12
Rp12.500,00
5
Gudang Garam Merah
Gudang Garam
12
Rp12.500,00
Sumber: Google (harga sewaktu-waktu bisa berubah)

Tabel di atas menunjukkan bahwa harga sebungkus Kretek Congress ternyata jauh lebih murah dibanding harga rata-rata rokok kretek non-filter yang berkisar antara 12.000 -17.000 Rupiah dengan isi yang sama. Namun, cakupan wilayah penjualan   masih bersifat lokal. Hal tersebut tentu tidak mempengaruhi kualitas rasa bagi penggemarnya masing-masing. Sebagai harga yang termasuk paling murah di tengah kepungan rokok kretek favorit, KPRI memiliki peluang untuk mulai menerapkan gagasan kemandirian ekonomi.

Langkah menggagas kemandirian ekonomi KPRI sejatinya adalah  bagian dari pokok bahasan Mandat Kongres keempat pada awal bulan Januari 2016. Adapun gagasan kemandirian ekonomi ini juga terdiri dari Empat Pilar Manifesto Ekonomi yang sedang diperjuangkan oleh KPRI, yaitu penataan basis konsumsi, produksi, distribusi dan kelembagaan ekonomi.

Namun, mempraktikkan gagasan kemandirian ekonomi ternyata tidak semudah membalik telapak tangan. Anwar mengatakan bahwa selama ini modus konsumsi masyarakat sudah dikuasai oleh mekanisme pasar lewat kekuatan pemilik modal. “Bagaimana kita melawan mekanisme pasar yang menguasai selera konsumsi masyarakat? Bila di sisi lain ada organisasi anggota KPRI sudah mampu memproduksi barang, tetapi sulit dikonsumsi oleh anggota karena berhadapan dengan selera konsumen mayoritas, maka strateginya adalah memulai untuk menata basis produksi dan mendistribusikannya untuk dikonsumsi oleh basis anggota sendiri,” kata Anwar.

Berdasarkan riset yang sudah dilakukan oleh KPRI di beberapa wilayah basis KPRI yang menjadi percontohan, umumnya anggota serikat dan organisasi yang memiliki jumlah massa anggota besar, rata-rata menghabiskan angka konsumsi senilai 1-3 juta Rupiah per bulan. Itu artinya ada potensi besar untuk mulai mengonsumsi barang yang sudah diproduksi milik organisasi sendiri.

Anwar kembali menyontohkan bagaimana praktik mulai mengonsumsi Kretek Congress di Serikat Petani Pasundan (SPP) yang menjadi serikat anggota KPRI.”Ambil contoh dari jumlah sebanyak 30.000 Kartu Keluarga (KK) yang terdaftar sebagai anggota SPP, lalu kita catat hanya dari 3000 anggota yang merokok, untuk dipimpin memulai mengonsumsi rokok jenis Kretek Congress saja. Maka dengan asumsi angka konsumsi senilai 1 juta Rupiah per anggota saja, ini artinya angka konsumsi sudah mencapai 3 miliar Rupiah per bulan. Dari jumlah tersebut artinya adalah besaran belanja kolektif tersebut bisa diambil 10% sebagai benefit. Total benefit yang diterima SPP sebanyak 30 juta per bulan,” ujar Anwar.

Tantangan di Tengah Kebijakan Anti Rokok
Ke depannya, langkah mewujudkan gagasan kemandirian ekonomi lewat sebungkus rokok kretek akan mendapat tantangan bersama industri rokok lainnya. Hal ini mengacu ke Peraturan Pemerintah (PP) No. 109 Tahun 2012 mengenai pengamanan zat adiktif dari tembakau bagi kesehatan. Hal ini jelas memiliki dampak pada pembatasan konsumsi bahan olahan tanaman tembakau. Artinya, secara tidak langsung kebijakan ini mempengaruhi kelanjutan bagaimana strategi penjualan Kretek Congress.

Celakanya lagi, peraturan tersebut merupakan turunan dari kebijakan WHO & FCTC (Framing Convention on Tobacco), sebuah rezim internasional yang berfungsi mengontrol hal-hal terkait produksi tembakau. Dengan adanya FCTC, segala jenis rokok yang mengandung tembakau sudah dianggap masalah kesehatan.

Aditia Purnomo, Ketua Komunitas Kretek, mengatakan bahwa kebijakan FCTC harus segera ditolak oleh Indonesia. Implementasinya dapat merugikan kehidupan masyarakat Indonesia yang menggantungkan hidupnya dari tembakau. Dijelaskannya lebih lanjut, industri tembakau dan kretek merupakan industri padat karya. Padahal, menurut data Kementerian Pertanian, sebanyak 6,1 juta tenaga kerja terserap dalam industri tembakau dari hulu hingga hilir. Jumlah tersebut meliputi 2 juta petani tembakau, 1,2 juta petani cengkeh, 600 ribu orang tenaga kerja pabrik rokok, 1 juta pengecer, dan 1 juta tenaga percetakan dan periklanan. "Hilangnya mata pencaharian akan berdampak langsung pada kesejahteraan masyarakat Indonesia," kata Adit seperti dikutip oleh Suara.com.

Aturan yang tidak memihak ini menjadi dorongan KPRI untuk terus memberdayakan anggota yang berasal dari buruh dan petani, untuk masuk ke bidang usaha lain. Ke depannya, Anwar mengaku bahwa agar organisasi terus berdikari, usaha organisasi tidak boleh hanya produksi rokok kretek saja.

 “Kita juga terus melakukaan penataan produksi yang tidak hanya dari rokok. Bisa kopi, teh, singkong, dan beras. Apapun pokoknya, memproduksi untuk dikonsumsi dan mengonsumsi apa yang bisa diproduksi,” tutup Anwar.