Selama
ini, gagasan kemandirian ekonomi sebuah organisasi menjadi wacana yang bertujuan
mencukupi kebutuhan hidup anggotanya. Terobosan yang dilakukan tentu saja adalah
meningkatkan capaian produksi yang dapat dimanfaatkan oleh masyarakat luas. Apa
yang bisa diproduksi untuk dapat dimanfaatkan oleh masyarakat luas ini? Cobalah
mampir ke Kedai Kopi milik KPRI yang beralamat di Jalan Mampang Prapatan IV No.
80, Jakarta Selatan.
Sumber: bolehmerokok.com
Oleh: Rozi H.
Tidak
hanya suguhan kopi ala Jawa Barat yang dapat dinikmati. Kedai yang memanfaatkan
luas garasi ini juga menjual sebuah rokok kretek bernama ‘Kretek Congres.’ Jenis
rokok apa itu? Rokok itu adalah sigaret kretek tangan dengan isi dua belas
batang, yang menjadi usaha kemandirian ekonomi organisasi.
Anwar
Ma’ruf mengatakan bahwa bila seorang perokok mengonsumsi Kretek Congress, maka
dia sudah membantu kemandirian ekonomi organisasi, khususnya usaha ekonomi dari
buruh dan petani. “Kretek Congress merupakan rokok kretek buatan masyarakat
lokal yang diproduksi oleh petani dan keluarga buruh migran yang tergabung di
koperasi milik Migrant Center, Kabupaten Tulungagung, Jawa Timur,” tutur pria
yang akrab dipanggil Sastro ini.
Kualitas
rokok kretek milik organisasi KPRI ini senantiasa berubah. Meskipun sudah
diproduksi sejak tahun 2012 dan mulai melakukan eksperimen pasar dari empat tahun lalu, proses memproduksi Kretek Congress selalu mengalami hambatan. Anwar
mengungkapkan hambatan tersebut berkaitan dengan kualitas. “Ada pengalaman pada
waktu pertama kali produksi Kretek Congress, ternyata banyak yang protes karena
rasanya kurang enak. Sesudah diperbaiki, ternyata malah semakin parah. Ada orang
yang batuk setelah hanya menghisap sebatang. Namun seiring perbaikan cita rasa,
sekarang dijamin kualitas rokok kretek ini sudah bagus dengan harga yang
terjangkau tentunya,” tambah Anwar yang selama ini menjabat sebagai Sekretaris
DPN KPRI.
Sebagai salah satu bagian dari
usaha produksi milik KPRI, kualitas memang harus selalu dijaga dengan baik.
Bila tidak, para kretekus akan segera berpaling ke merek rokok lain.
Senada dengan Anwar, Alfa Gumilang,
aktifis yang pernah mencoba Kretek Congress mengungkapkan bahwa kualitas rasa dari
Kretek Congress sudah dapat bersaing dengan jenis rokok kretek lainnya. Secara
pribadi dia juga membandingkan kualitas rasa Kretek Congress dengan beberapa
jenis rokok kretek lainnya. “Sebagai jenis
rokok kretek non-filter, Kretek Congress dari segi kualitas sudah mampu
melewati rasa rokok kretek ‘pasar’ yang selama ini mendominasi, seperti Dji Sam
Soe ataupun Djarum Coklat. Namun, rokok kretek ini masih kalah dengan rasa
rokok kretek yang biasa saya konsumsi,” ujar Alfa yang mengaku terkadang
mengudud rokok kretek Gudang Garam Merah.
Sembari membakar sebatang Kretek
Congress, Alfa juga memberi masukan terkait komposisi Kretek Congress yang menurutnya
tidak seimbang. “Cengkehnya terlalu
banyak. Hal ini bisa mempengaruhi kadar keasaman rokok kretek itu sendiri,”
lanjut Alfa yang pernah aktif sebagai Sekjen di Komunitas Kretek.
Mengonsumsi
dari Apa yang Sudah Diproduksi
Mengapa harus memulai dari usaha
rokok? Nyatanya konsumen rokok di Indonesia merupakan surga terbesar bagi industri
rokok secara nasional. Pertarungan harga, pembuatan iklan yang kreatif dan kualitas
rasa menjadi poin pertama alasan perokok untuk memilih.
Bandingkan
harga rokok khususnya rokok kretek non-filter yang ada sekarang. Tabel di bawah
ini membandingkan harga Kretek Congress dengan rokok kretek non-filter lainnya yang
menjadi favorit para kretekus selama ini.
No.
|
Rokok kretek non-filter
|
Pemilik
|
Isi per bungkus
|
Rata-rata harga per bungkus (April 2017)
|
1
|
Kretek Congress
|
KPRI
|
12
|
Rp8500,00
|
2
|
Dji Sam Soe Kretek12
|
HM. Sampoerna
|
12
|
Rp17.000,00
|
3
|
Djarum Coklat
|
Djarum
|
12
|
Rp12.500,00
|
4
|
Sampoerna Hijau Kretek
|
HM. Sampoerna
|
12
|
Rp12.500,00
|
5
|
Gudang Garam Merah
|
Gudang Garam
|
12
|
Rp12.500,00
|
Sumber: Google (harga sewaktu-waktu bisa berubah)
Tabel
di atas menunjukkan bahwa harga sebungkus Kretek Congress ternyata jauh lebih
murah dibanding harga rata-rata rokok kretek non-filter yang berkisar antara
12.000 -17.000 Rupiah dengan isi yang sama. Namun, cakupan wilayah penjualan masih
bersifat lokal. Hal tersebut tentu tidak mempengaruhi kualitas rasa bagi
penggemarnya masing-masing. Sebagai harga yang termasuk paling murah di tengah
kepungan rokok kretek favorit, KPRI memiliki peluang untuk mulai menerapkan
gagasan kemandirian ekonomi.
Langkah
menggagas kemandirian ekonomi KPRI sejatinya adalah bagian dari pokok bahasan Mandat Kongres keempat
pada awal bulan Januari 2016. Adapun gagasan kemandirian ekonomi ini juga terdiri
dari Empat Pilar Manifesto Ekonomi yang sedang diperjuangkan oleh KPRI, yaitu
penataan basis konsumsi, produksi, distribusi dan kelembagaan ekonomi.
Namun,
mempraktikkan gagasan kemandirian ekonomi ternyata tidak semudah membalik telapak
tangan. Anwar mengatakan bahwa selama ini modus konsumsi masyarakat sudah
dikuasai oleh mekanisme pasar lewat kekuatan pemilik modal. “Bagaimana kita
melawan mekanisme pasar yang menguasai selera konsumsi masyarakat? Bila di sisi
lain ada organisasi anggota KPRI sudah mampu memproduksi barang, tetapi sulit
dikonsumsi oleh anggota karena berhadapan dengan selera konsumen mayoritas, maka
strateginya adalah memulai untuk menata basis produksi dan mendistribusikannya
untuk dikonsumsi oleh basis anggota sendiri,” kata Anwar.
Berdasarkan
riset yang sudah dilakukan oleh KPRI di beberapa wilayah basis KPRI yang
menjadi percontohan, umumnya anggota serikat dan organisasi yang memiliki
jumlah massa anggota besar, rata-rata menghabiskan angka konsumsi senilai 1-3 juta
Rupiah per bulan. Itu artinya ada potensi besar untuk mulai mengonsumsi barang
yang sudah diproduksi milik organisasi sendiri.
Anwar kembali menyontohkan
bagaimana praktik mulai mengonsumsi Kretek Congress di Serikat Petani Pasundan
(SPP) yang menjadi serikat anggota KPRI.”Ambil
contoh dari jumlah sebanyak 30.000 Kartu Keluarga (KK) yang terdaftar sebagai
anggota SPP, lalu kita catat hanya dari 3000 anggota yang merokok, untuk
dipimpin memulai mengonsumsi rokok jenis Kretek Congress saja. Maka dengan
asumsi angka konsumsi senilai 1 juta Rupiah per anggota saja, ini artinya angka
konsumsi sudah mencapai 3 miliar Rupiah per bulan. Dari jumlah tersebut artinya adalah besaran belanja kolektif
tersebut bisa diambil 10% sebagai benefit.
Total benefit yang diterima SPP
sebanyak 30 juta per bulan,” ujar Anwar.
Tantangan di Tengah Kebijakan Anti Rokok
Ke
depannya, langkah mewujudkan gagasan kemandirian ekonomi lewat sebungkus rokok
kretek akan mendapat tantangan bersama industri rokok lainnya. Hal ini mengacu ke Peraturan
Pemerintah (PP) No. 109 Tahun 2012 mengenai pengamanan zat adiktif dari
tembakau bagi kesehatan. Hal ini jelas memiliki dampak pada pembatasan konsumsi
bahan olahan tanaman tembakau. Artinya, secara tidak langsung kebijakan ini
mempengaruhi kelanjutan bagaimana strategi penjualan Kretek Congress.
Celakanya lagi, peraturan tersebut
merupakan turunan dari kebijakan WHO & FCTC (Framing Convention on Tobacco), sebuah rezim internasional yang
berfungsi mengontrol hal-hal terkait produksi tembakau. Dengan adanya FCTC, segala jenis rokok yang mengandung tembakau sudah dianggap
masalah kesehatan.
Aditia
Purnomo, Ketua Komunitas Kretek, mengatakan bahwa kebijakan FCTC harus segera
ditolak oleh Indonesia. Implementasinya dapat merugikan kehidupan masyarakat
Indonesia yang menggantungkan hidupnya dari tembakau. Dijelaskannya lebih
lanjut, industri tembakau dan kretek merupakan industri padat karya. Padahal, menurut
data Kementerian Pertanian, sebanyak 6,1 juta tenaga kerja terserap dalam
industri tembakau dari hulu hingga hilir. Jumlah tersebut meliputi 2 juta petani tembakau, 1,2 juta petani cengkeh, 600 ribu orang tenaga kerja pabrik
rokok, 1 juta pengecer, dan 1 juta tenaga percetakan dan periklanan. "Hilangnya
mata pencaharian akan berdampak langsung pada kesejahteraan masyarakat
Indonesia," kata Adit seperti dikutip oleh Suara.com.
Aturan
yang tidak memihak ini menjadi dorongan KPRI untuk terus memberdayakan anggota
yang berasal dari buruh dan petani, untuk masuk ke bidang usaha lain. Ke depannya,
Anwar mengaku bahwa agar organisasi terus berdikari, usaha organisasi tidak
boleh hanya produksi rokok kretek saja.
“Kita juga terus melakukaan
penataan produksi yang tidak hanya dari rokok. Bisa kopi, teh, singkong, dan
beras. Apapun pokoknya, memproduksi untuk dikonsumsi dan mengonsumsi apa yang
bisa diproduksi,” tutup Anwar.