Kekecewaan bisa
mengubah seseorang. Selama kita masih dikuasai oleh rasa dendam, marah, dan
benci. Percaya kah kalian bahwa yang sanggup untuk mengalahkannya hanya diri
kita sendiri? sebab kita masih memiliki pikiran untuk mengubahnya kembali. Maka
bukankah bertindak rasional itu lebih penting?
meski tidak lebih penting dari memahami emosi diri.
(Ilustrasi: suluhpergerakan.org)
Oleh
: Rozi H
Seperti contoh anak
muda yang melakukan ini. Ia rela menguras tenaga dan pikiran untuk memenangkan
calon anggota dewan yang didukungnya pada momen Pemilu (pemilihan umum) tempo
yang lalu. Tak jarang dia diremehkan oleh teman-temannya karena lebih memilih
menjadi relawan, cum-tim sukses. Yang
artinya dibayar ala-kadarnya. Bekerjanya dengan keliling kampung. Pada waktu
siang meyakinkan orang untuk memilih dan sosialisasi mengenai pemilu. Lalu pada
waktu malam sering membantu memasang spanduk atau baliho di pinggir-pinggir
jalan. Kerja yang mulia sebenarnya. Sudah melakukan edukasi politik terhadap
masyarakat. Mengapa pemuda itu mesti diolok-olok?
Pada akhirnya pilihan
calon anggota dewannya belum berhasil menang pada pemilu. Apakah ia kecewa
dengan hasil ini? atau dendam dengan orang-orang yang mencibirnya. Emosi pemuda
itu sedang tidak stabil. Ia pun merencanakan sesuatu.
Anak muda itu ingin
sekali mencuri sebuah jaket yang sudah dipakainya tadi. Tetapi bapak tua itu
mengetahuinya dan langsung mengusir anak muda tersebut. “Dasar tidak tahu terima kasih, kau sudah menguasai ilmu berbohong, aku
tidak akan percaya begitu saja kau akan memakainya untuk kebaikan. Dendam di
hatimu terlalu kuat” ujar bapak tua itu terhadap pemuda yang berusaha
mengambil jaket di dalam lemari ruangan yang berdebu.
Ruangan itu tampak
seperti gudang di pojok halaman utama gedung sebuah sekolah di daerah Jakarta
Timur. Pemuda itu langsung pergi begitu saja dari sekolah tersebut tanpa berucap terima-kasih, karena sudah mendapat kekuatan misteri dari sebuah jaket.
Bapak tua itu hanya
bisa mengelus dada. Menyesali apa yang sudah diberinya terhadap pemuda
tersebut. Ia mencoba mengingat sesuatu.
Pemuda itu namanya
Opank. Ia baru saja ditertawakan oleh para orang tua yang sedang menunggu
anaknya pulang sekolah. Padahal Opank hanya membersihkan poster yang menempel
di dekat pintu gerbang. Poster itu bergambar ajakan memilih dari salah-satu calon
anggota dewan.
“Mas,
situ pendukungnya yah, kasihan ya kalah mas. Gak terkenal sih.” “Mas dibayar
berapa sih, mau aja abis nempel-nempel itu terus dicopot lagi”
begitulah yang dikatakan orang-orang tersebut kepada Opank.
Opank hanya mengangguk
muram dan datanglah bapak tua yang menyuruhnya untuk masuk ke dalam sekolah.
Bapak tua itu berusaha
kembali menguasai keadaan. Dipikirannya, ia perlu mencari seseorang untuk
menandingi kekuatan emosi berbahaya yang baru saja dimiliki oleh Opank, yaitu kekuatan
berbohong.
***
KEADAAN kampung
mendadak ramai. Seseorang berjaket lusuh memerintah sepasukan anak-anak sekolah
yang memakai jaket. Seluruhnya membawa peralatan tempur. Seperti ingin tawuran.
Ada yang membawa rantai bekas sepeda motor, sepasang gir, ikat pinggang yang
tajam, bahkan ada yang membawa pedang samurai. Pasukan itu tidak sendiri.
Dibelakangnya ada dua pasukan yang berbeda yang mengikutinya. Terlihat
anak-anak berambut gimbal yang memakai jaket bergambar Bob Marley,sambil membawa ukulele dan tercium bau sesuatu yang
menyengat, seperti bau ganja. Lalu jelas pasukan yang satu lagi itu adalah
anak-anak punk yang memakai jaket robek-robek serta ditangannya masing-masing
menggenggam pecahan botol.
Pepe menguasai kelompok
marjinal yang memakai jaket.
Pasukan yang dipimpin
oleh Pepe menjadi terkenal di kampung itu. Sehari-hari orang-orang disana
merasa terintimidasi oleh perilaku mereka. Anehnya, tidak ada aparat keamanan
yang berani menangkap kelompok itu. Kerjaan mereka jelas mencuri dan merampok.
Tetapi yang tidak diketahui banyak orang, Pepe membagi-bagikan hasil perbuatan
kriminalnya ke orang-orang yang membutuhkan disana, atau yang ditemui Pepe saat
kelompok mereka sedang Ngegelandang- istilah
dari pergi dari kampung ke kampung.
Kelompok bikin onar itu
sudah populer di banyak kota-kota besar. Masyarakat menamakannya “Mafia Jaket”.
Sekolompok orang yang memakai jaket dan dipimpin oleh Pepe yang kebal terhadap
segala jenis senjata. Pepe juga sering menambah amarah kelompok tersebut untuk
selalu bertindak dibawah rasional.
Suatu waktu, Opank
berhasil menemui Pepe di markasnya, sebuah kampung kecil daerah Bogor, Jawa
Barat.
Opank: Hai teman lama,
apa kabar. Akhirnya aku bisa berjumpa denganmu.
Pepe : Opank mau apa
kau kesini?
Melihat Pepe yang tidak
sedang memakai jaket lusuhnya, Opank mengeluarkan kekuatan emosi membohong
terhadap Pepe. Akhirnya Pepe menjadi percaya saja apa –apa yang dikatakan oleh
Opank.
Opank: Sebagai korban
akibat ketidakadilan, kau selalu dibanding-bandingkan, dan aku selalu
diremehkan. Kita harus membuat perhitungan dengan penguasa negeri ini. Saat ini
orang-orang penting -berjas rapih yang angkuh itu akan bersidang di pengadilan
negeri ini. Memutuskan siapa yang akan menang pemilihan umum (Pemilu). Aku akan
mengubah keadaan dengan membohongi mereka bahwa pemilu ini mesti diulang. Membuat segala macam hoax adalah kekuatanku.
Pepe : Lalu apa
tugasku?
Opank : Tugas bos besar
hanyalah membuat kekacauan dengan “Mafia Jaket” di sekitar pengadilan, dan
tentu saja menambah emosi berbohong ku agar tetap kuat dan dipercaya
orang-orang itu.
Pepe : Aku akan
mendapat apa dengan kerjasama ini?
Opank : Bos besar jelas
akan mendapat posisi terhormat sebagai penguasa. Agar tidak ada lagi yang
merendahkan bos besar.
Pepe : Aku setuju
dengan penawaran itu.
Pepe lalu memakai jaket
mastengnya kembali. Mereka berdua bersiap untuk berangkat menuju pusat kota,
tempat dimana sidang penentuan pemilu akan dilaksanakan. Opank tersenyum puas.
Rona kekuatan berbohongnya berpendar sangat kuat. Yang tidak diketahui Pepe,
tentu saja niat lain dari Opank setelah mencuri jaket mastenk tersebut.
***
Berita tentang
kekacauan menjelang sidang pemilu tersiar di televisi. Orang-orang tampak ketakutan.
Bagaimana tidak, sekelompok orang-orang berjaket melindungi dua orang yang akan
mengubah kedamaian negeri. Opank dan Pepe membentuk koalisi untuk mengadu domba
masyarakat tentang hasil pemilu. Pada saat kondisi benar-benar kacau, Opank
tinggal mengubah hasil pemilu dan Pepe menguatkan keputusan sang pengadil.
“Aku
harus menghentikannya” kataku saat bersama pacar di
sebuah kafe.
Pacarku jelas menolak.
Aku tidak boleh pergi. Apalagi dengan kondisi yang berbahaya tersebut.
Namun pacar melarangku
habis-habisan. Menurutnya aku lebih perduli tentang menjadi pahlawan bagi
banyak orang. Aku tak menampik itu, tapi yang lebih penting aku tahu Pepe itu
kawanku, dan Opank-aku tidak tahu aktifitasnya setelah aku meninggalkannya di
organisasi dulu. Iya aku dan Opank pernah sama-sama menjadi relawan politik,
sebelum aku memutuskan untuk bekerja menjadi sales. Mengapa sekarang dia jadi
jahat?
Setelah berhari-hari
aku berdebat untuk berangkat menemui Pepe, pacarku akhirnya memberi pilihan.
Untuk terus bersamanya atau berangkat ke pusat kota.
Aku tak sampai hati
meninggalkan pacar. Teringat saat-saat aku kesulitan mendapat pekerjaan dan dia
lah yang setia menemaniku. Lalu dia yang menyemangati saat aku pernah menjadi relawan
politik.
Mungkin bisa saja aku
mengubah emosi pacar untuk menurut saja. Tetapi aku tak sampai hati melakukannya.
Bukankah aku pernah berjanji untuk tidak menggunakan kekuatanku. Tak perlu lah aku gunakan kekuatan mengubah emosi.
Pancaran kedua mata pacar sangat menjelaskan bahwa dia serius meng-ultimatumku.
Aku bisa baca emosinya.
Pada akhirnya aku
mengalah. Aku berangkat menemui Pepe dan menghentikan kekacauan ini semua.
Pacar lalu memutuskan hubungan kita. Aku jelas sedih. Mudah mengubah emosi
orang lain, tapi dengan cara apa aku bisa mengubah kesedihan yang aku alami
sendiri sekarang?
**
Aku sudah sampai di
depan blokade pasukan orang berjaket. Kumpulan macam apa orang-orang ini? semua
memakai jaket. Bagai zombie yang tidak bisa berpikir jernih. Ada selubung
kekuatan jahat yang mempengaruhinya.
Sejauh pemandangan di gedung pengadilan pemilu, aku melihat Opank sedang asyik membohongi banyak orang.
Aku coba mengubah emosi orang-orang yang memakai jaket ini.
BLAZZ…. Pasukan itu
terguling-guling ketawa sendiri. Membuat jalan yang membelah kumpulan orang-orang
tersebut. Opank melihatku, dengan tertawa licik dia berkata,
Opank: Hai teman lama,
akhirnya kita ketemu disini. Mau apa kau, setelah mengecewakanku untuk berjuang
sendirian menjadi relawan politik?
Aku : Ada hal lain
teman, bukankah engkau yang berubah?
Opank: Untuk apa waktu itu kau mengajarkan pendidikan politik agar tidak
dibodohi mereka yang berkuasa ini?
Lalu aku berusaha mengubah
emosi Opank. Ia ternyata punya kekuatan emosi juga. Jangan-jangan, Opank yang
mengambil salah-satu kekuatan dari jaket masteng. Pertahanannya kuat sekali.
Aku hampir tak mampu menembus isi pikirannya. Dalam citra yang terbayang, aku
merasa bersalah karena melihat saat Opank bersedih ditinggalkan olehku
mengerjakan tugas sebagai relawan politik. Ia bekerja sendiri tanpa dukungan.
Opank hanya terdiam
sebentar. Emosi marahnya kembali lagi. Aku tak bisa membuat dia senang.
Dendamnya terlalu kuat. Apakah dia marah denganku atau dengan pekerjaannya
sebagai relawan politik? Oh tidak, dia sedang menguji emosiku dengan kekuatan
berbohongnya. Aku tak bisa mempercayakan kalau ini salahku semua. Opank mulai
berlogika denganku.
Pepe hanya tertawa
lepas melihatku dari kejauhan. Ia mulai mendekatiku dan berteriak,
Pepe: Ini lah orang
tukang pamer sodara-sodara. Menurutnya menjadi populer adalah hal baik untuk
dikerjakan alih-alih membantu banyak orang.
Tiba-tiba Pepe
menggunakan kekuatan emosi untuk membakar semangat para kelompok aneh yang berjaket
itu. Mereka dari tadi menahan-nahan untuk tidak menghajarku. Setelah mendapat semangat,
tiba-tiba mereka mulai menyerangku.
Pertama-tama pasukan
anak sekolahan tanggung. Lalu aku buat emosi mereka untuk memikirkan nasib
orang tua mereka di rumah kalau mereka kelayapan main jam segini. Kelompok
berjaket pertama ini terdiam. Kekuatan Opank dan Pepe benar-benar sangat kuat.
Untuk pasukan kedua dan ketiga aku bikin mereka “Happy”. Kelompok jaket anak punk berjoget dan bernyanyidan kelompok anak
gimbal mengiringinya dengan petikan dari ukulele sambil berteriak ”santai”. Mereka lebih mudah ditaklukan
dibanding kelompok yang pertama.
Aku : Pepe, kau sudah
ditipu oleh Opank, aku membaca emosinya. Ia sedang membohongimu dengan
memanfaatkanmu untuk dendam pribadinya.
Aku coba ubah emosi
Pepe. Ah dia sedang memakai jaket masteng. Kekuatanku tak mempan. Ia kebal
terhadap segala jenis senjata, termasuk emosi itu sendiri.
Opank: jangan dengarkan
dia, bos besar.
Aku: kau lihat saja,
kata “bos besar” sebenarnya hanya mengejekmu. Kau harusnya tahu, Opank lah dulu
yang membuatmu dikeluarkan dari tim relawan politik karena berbohong, bahwa kau
tidak memiliki kemampuan apa-apa. Aku mempercayaimu, jelas kau punya kekuatan “
tukang kecap”
Pepe: benarkah itu?
Saat aku mencoba
membuka pintu emosi Pepe agar kekuatanku bisa mempengaruhinya, aku lengah.
Opank membohongi seorang aparat senjata bahwa aku adalah orang yang berbahaya di
gedung pengadilan pemilu ini. Lalu terdengar suara tembakan.
Peluru itu melesat
dengan cepat, kemungkinan akan membunuhku.
Tiba-tiba Pepe ingin
melindungiku dari tembakan dengan mendorong dari samping. Peluru itu tidak
mempan terhadap Pepe tetapi aku terlambat untuk menghindar. Aku jatuh
tertembak. Pinggangku terasa perih. Aku masih kuat untuk beberapa waktu.
Pepe yang melihatku
jatuh tertembak langsung menangis. Jaketnya sudah dilepas dan lewat air matanya
aku mengubah emosinya.
BLAZZ…
Citra berpendar saat Aku
dan Pepe sedang gila-gilanya. Mencari-cari pekerjaan tetap agar bisa bertahan
hidup di Jakarta. Aku dan Pepe mendapat tawaran menjadi relawan politik.
Kemudian kami bertemu Opank dan mengajaknya juga untuk bergabung menjadi
relawan politik. Sejak saat itu asam-asinnya menjadi relawan kita lalui
bersama. Namun dibalik itu semua ada keinginan Opank untuk memimpin. Pepe
tiba-tiba dikeluarkan dan aku membelanya. Aku tidak ingin bilang bahwa semua
ini karena hasutan Opank. Aku yang memutuskan keluar juga. Meninggalkan Opank
untuk bekerja sendirian.
**
Pepe tiba-tiba
tersenyum. Ia merasa bersalah. Lalu Opank akan merebut jaket masteng.
Tujuannya, menyuruh sang pengadil pemilu untuk membuat keputusan yang sudah
siap dimanipulasi, dengan “membubarkan pemilu”.
Jaket masteng itu
langsung dibuang Pepe ke tengah-tengah massa yang berjoget akibat kekuatan
emosiku tadi. Aku mengubah emosi mereka, yang masih memakai jaket untuk
menyerang Opank. Saat Opank terdesak, Opank coba membohongi kelompok berjaket
tersebut untuk menyerang balik. Tapi kekuatan dari Pepe menambah dua kali lipat
kekuatanku untuk mengubah emosi mereka untuk tetap menyerang Opank.
Celaka, Opank bisa mati
diserbu. Aku mengubah emosi para kelompok berjaket tersebut dan membuat pasukan
berjaket tiba-tiba cengar-cengir tepat saat Opank jatuh terjerembab. Opank memandang marah dan berlanjut pergi meninggalkan
lokasi. Dendamnya masih terlalu kuat. Kekuatan mengubah emosi dari ku dan
tembahan menyadarkan emosi dari Pepe, tak bisa berbuat apapun. Aku harap Opank
baik-baik saja. Opank hanya membohongi dirinya sendiri kalau dia sudah kalah
untuk berbuat jahat.
Akhirnya sidang pemilu pun
berjalan lancar.
***
Situasi sudah kondusif.
Hasil pemilu sudah diketahui bersama oleh orang banyak. Aku harap tidak ada
lagi tukang bohong, tukang kecap, atau memanipulasi keadaan yang bisa bikin
kondisi semakin runyam.
Pepe dan aku sedang
berjalan kaki menuju lapangan yang kosong. Kami sepakat ingin membakar jaket masteng. Pepe
menanyai kabar pacar. Aku hanya berkata,
“mungkin dia sudah menemukan pahlawan super yang menjaganya”. Lagipula aku
hanya terus-terusan membuatnya sedih. Seorang yang memiliki kekuatan emosi
gembira, kok sering bikin pacarnya menangis?
Pepe hanya menggeleng kepala saat aku bercerita. Kali ini Pepe yang mengatakan bahwa
dia bingung sudah mengecewakan orang tua nya. Ia ingin membuktikan dirinya bisa
hidup mandiri, tentu tidak dengan rasa dendam lagi.
Aku pun memutuskan
keluar dari pekerjaan ku sebagai Manajer sales. Biar aku yang akan berbicara
dengan bos agar menerima Pepe kembali bekerja di perusahaan penjualan buku
sekolah ini. Awalnya Pepe tidak percaya dan menanyakan, “bagaimana caranya”? masa Pepe lupa dengan kemampuanku dan
kemampuan miliknya sendiri?
Perlahan api menyala membakar
jaket masteng tersebut. Kini tidak ada lagi Mafia Jaket.
***
Lampu ruangan bioskop
tiba-tiba menyala terang. Membuat mata ku silau. Disampingku, pacar
kelihatannya sedang takjub. Ia mengatakan terima kasih karena sudah mengajaknya
menonton film tentang superhero.
Menurutnya aku sudah membuatnya bahagia karena mengajaknya nonton. Aku hanya
bengong. Sambil berjalan keluar dari ruangan, pacar bercerita panjang-lebar
tentang isi cerita film tadi. Aku hanya “meng-iya-iya-kannya” saja, hehe. Agar
pacar tidak merajuk kalau tahu aku ketiduran sepanjang film diputar tadi.
Tiba-tiba aku jadi
ingin menelepon Pepe.
Aku : Coy, jaket
mastengnya sudah dibakar kan?
Pepe : Loe ngomong apa
sih?
Pepe pun memeriksa isi
lemari pakaiannya. Ia tersenyum lebar. (Tamat)