Selasa, 02 Juli 2019

MAFIA JAKET (bag:2)



Kekecewaan bisa mengubah seseorang. Selama kita masih dikuasai oleh rasa dendam, marah, dan benci. Percaya kah kalian bahwa yang sanggup untuk mengalahkannya hanya diri kita sendiri? sebab kita masih memiliki pikiran untuk mengubahnya kembali. Maka bukankah bertindak rasional itu lebih penting?  meski tidak lebih penting dari memahami emosi diri.


(Ilustrasi: suluhpergerakan.org)


Oleh : Rozi H

Seperti contoh anak muda yang melakukan ini. Ia rela menguras tenaga dan pikiran untuk memenangkan calon anggota dewan yang didukungnya pada momen Pemilu (pemilihan umum) tempo yang lalu. Tak jarang dia diremehkan oleh teman-temannya karena lebih memilih menjadi relawan, cum-tim sukses. Yang artinya dibayar ala-kadarnya. Bekerjanya dengan keliling kampung. Pada waktu siang meyakinkan orang untuk memilih dan sosialisasi mengenai pemilu. Lalu pada waktu malam sering membantu memasang spanduk atau baliho di pinggir-pinggir jalan. Kerja yang mulia sebenarnya. Sudah melakukan edukasi politik terhadap masyarakat. Mengapa pemuda itu mesti diolok-olok?

Pada akhirnya pilihan calon anggota dewannya belum berhasil menang pada pemilu. Apakah ia kecewa dengan hasil ini? atau dendam dengan orang-orang yang mencibirnya. Emosi pemuda itu sedang tidak stabil. Ia pun merencanakan sesuatu.

Anak muda itu ingin sekali mencuri sebuah jaket yang sudah dipakainya tadi. Tetapi bapak tua itu mengetahuinya dan langsung mengusir anak muda tersebut. “Dasar tidak tahu terima kasih, kau sudah menguasai ilmu berbohong, aku tidak akan percaya begitu saja kau akan memakainya untuk kebaikan. Dendam di hatimu terlalu kuat” ujar bapak tua itu terhadap pemuda yang berusaha mengambil jaket di dalam lemari ruangan yang berdebu. 

Ruangan itu tampak seperti gudang di pojok halaman utama gedung sebuah sekolah di daerah Jakarta Timur. Pemuda itu langsung pergi begitu saja dari sekolah tersebut tanpa berucap terima-kasih, karena sudah mendapat kekuatan misteri dari sebuah jaket. 

Bapak tua itu hanya bisa mengelus dada. Menyesali apa yang sudah diberinya terhadap pemuda tersebut. Ia mencoba mengingat sesuatu.


Pemuda itu namanya Opank. Ia baru saja ditertawakan oleh para orang tua yang sedang menunggu anaknya pulang sekolah. Padahal Opank hanya membersihkan poster yang menempel di dekat pintu gerbang. Poster itu bergambar ajakan memilih dari salah-satu calon anggota dewan. 

“Mas, situ pendukungnya yah, kasihan ya kalah mas. Gak terkenal sih.” “Mas dibayar berapa sih, mau aja abis nempel-nempel itu terus dicopot lagi” begitulah yang dikatakan orang-orang tersebut kepada Opank.

Opank hanya mengangguk muram dan datanglah bapak tua yang menyuruhnya untuk masuk ke dalam sekolah.

Bapak tua itu berusaha kembali menguasai keadaan. Dipikirannya, ia perlu mencari seseorang untuk menandingi kekuatan emosi berbahaya yang baru saja dimiliki oleh Opank, yaitu kekuatan berbohong.

***
KEADAAN kampung mendadak ramai. Seseorang berjaket lusuh memerintah sepasukan anak-anak sekolah yang memakai jaket. Seluruhnya membawa peralatan tempur. Seperti ingin tawuran. Ada yang membawa rantai bekas sepeda motor, sepasang gir, ikat pinggang yang tajam, bahkan ada yang membawa pedang samurai. Pasukan itu tidak sendiri. Dibelakangnya ada dua pasukan yang berbeda yang mengikutinya. Terlihat anak-anak berambut gimbal yang memakai jaket bergambar Bob Marley,sambil membawa ukulele dan tercium bau sesuatu yang menyengat, seperti bau ganja. Lalu jelas pasukan yang satu lagi itu adalah anak-anak punk yang memakai jaket robek-robek serta ditangannya masing-masing menggenggam pecahan botol.

Pepe menguasai kelompok marjinal yang memakai jaket.

Pasukan yang dipimpin oleh Pepe menjadi terkenal di kampung itu. Sehari-hari orang-orang disana merasa terintimidasi oleh perilaku mereka. Anehnya, tidak ada aparat keamanan yang berani menangkap kelompok itu. Kerjaan mereka jelas mencuri dan merampok. Tetapi yang tidak diketahui banyak orang, Pepe membagi-bagikan hasil perbuatan kriminalnya ke orang-orang yang membutuhkan disana, atau yang ditemui Pepe saat kelompok mereka sedang Ngegelandang- istilah dari pergi dari kampung ke kampung.

Kelompok bikin onar itu sudah populer di banyak kota-kota besar. Masyarakat menamakannya “Mafia Jaket”. Sekolompok orang yang memakai jaket dan dipimpin oleh Pepe yang kebal terhadap segala jenis senjata. Pepe juga sering menambah amarah kelompok tersebut untuk selalu bertindak dibawah rasional.

Suatu waktu, Opank berhasil menemui Pepe di markasnya, sebuah kampung kecil daerah Bogor, Jawa Barat.

Opank: Hai teman lama, apa kabar. Akhirnya aku bisa berjumpa denganmu.
Pepe : Opank mau apa kau kesini?

Melihat Pepe yang tidak sedang memakai jaket lusuhnya, Opank mengeluarkan kekuatan emosi membohong terhadap Pepe. Akhirnya Pepe menjadi percaya saja apa –apa yang dikatakan oleh Opank.

Opank: Sebagai korban akibat ketidakadilan, kau selalu dibanding-bandingkan, dan aku selalu diremehkan. Kita harus membuat perhitungan dengan penguasa negeri ini. Saat ini orang-orang penting -berjas rapih yang angkuh itu akan bersidang di pengadilan negeri ini. Memutuskan siapa yang akan menang pemilihan umum (Pemilu). Aku akan mengubah keadaan dengan membohongi mereka bahwa pemilu ini mesti diulang. Membuat segala macam hoax adalah kekuatanku.
Pepe : Lalu apa tugasku?
Opank : Tugas bos besar hanyalah membuat kekacauan dengan “Mafia Jaket” di sekitar pengadilan, dan tentu saja menambah emosi berbohong ku agar tetap kuat dan dipercaya orang-orang itu.
Pepe : Aku akan mendapat apa dengan kerjasama ini?
Opank : Bos besar jelas akan mendapat posisi terhormat sebagai penguasa. Agar tidak ada lagi yang merendahkan bos besar.
Pepe : Aku setuju dengan penawaran itu.

Pepe lalu memakai jaket mastengnya kembali. Mereka berdua bersiap untuk berangkat menuju pusat kota, tempat dimana sidang penentuan pemilu akan dilaksanakan. Opank tersenyum puas. Rona kekuatan berbohongnya berpendar sangat kuat. Yang tidak diketahui Pepe, tentu saja niat lain dari Opank setelah mencuri jaket mastenk tersebut.

***

Berita tentang kekacauan menjelang sidang pemilu tersiar di televisi. Orang-orang tampak ketakutan. Bagaimana tidak, sekelompok orang-orang berjaket melindungi dua orang yang akan mengubah kedamaian negeri. Opank dan Pepe membentuk koalisi untuk mengadu domba masyarakat tentang hasil pemilu. Pada saat kondisi benar-benar kacau, Opank tinggal mengubah hasil pemilu dan Pepe menguatkan keputusan sang pengadil.

“Aku harus menghentikannya” kataku saat bersama pacar di sebuah kafe.

Pacarku jelas menolak. Aku tidak boleh pergi. Apalagi dengan kondisi yang berbahaya tersebut.

Namun pacar melarangku habis-habisan. Menurutnya aku lebih perduli tentang menjadi pahlawan bagi banyak orang. Aku tak menampik itu, tapi yang lebih penting aku tahu Pepe itu kawanku, dan Opank-aku tidak tahu aktifitasnya setelah aku meninggalkannya di organisasi dulu. Iya aku dan Opank  pernah sama-sama menjadi relawan politik, sebelum aku memutuskan untuk bekerja menjadi sales. Mengapa sekarang dia jadi jahat?

Setelah berhari-hari aku berdebat untuk berangkat menemui Pepe, pacarku akhirnya memberi pilihan. Untuk terus bersamanya atau berangkat ke pusat kota.

Aku tak sampai hati meninggalkan pacar. Teringat saat-saat aku kesulitan mendapat pekerjaan dan dia lah yang setia menemaniku. Lalu dia yang menyemangati saat aku pernah menjadi relawan politik.

Mungkin bisa saja aku mengubah emosi pacar untuk menurut saja. Tetapi aku tak sampai hati melakukannya. Bukankah aku pernah berjanji untuk tidak menggunakan kekuatanku. Tak perlu lah aku gunakan kekuatan mengubah emosi. Pancaran kedua mata pacar sangat menjelaskan bahwa dia serius meng-ultimatumku. Aku bisa baca emosinya.

Pada akhirnya aku mengalah. Aku berangkat menemui Pepe dan menghentikan kekacauan ini semua. Pacar lalu memutuskan hubungan kita. Aku jelas sedih. Mudah mengubah emosi orang lain, tapi dengan cara apa aku bisa mengubah kesedihan yang aku alami sendiri sekarang?

**
Aku sudah sampai di depan blokade pasukan orang berjaket. Kumpulan macam apa orang-orang ini? semua memakai jaket. Bagai zombie yang tidak bisa berpikir jernih. Ada selubung kekuatan jahat yang mempengaruhinya.

Sejauh pemandangan di gedung pengadilan pemilu, aku melihat Opank sedang asyik membohongi banyak orang. Aku coba mengubah emosi orang-orang yang memakai jaket ini.

BLAZZ…. Pasukan itu terguling-guling ketawa sendiri. Membuat jalan yang membelah kumpulan orang-orang tersebut. Opank melihatku, dengan tertawa licik dia berkata,

Opank: Hai teman lama, akhirnya kita ketemu disini. Mau apa kau, setelah mengecewakanku untuk berjuang sendirian menjadi relawan politik?
Aku : Ada hal lain teman, bukankah engkau yang berubah? 
Opank: Untuk apa waktu itu kau  mengajarkan pendidikan politik agar tidak dibodohi mereka yang berkuasa ini?

Lalu aku berusaha mengubah emosi Opank. Ia ternyata punya kekuatan emosi juga. Jangan-jangan, Opank yang mengambil salah-satu kekuatan dari jaket masteng. Pertahanannya kuat sekali. Aku hampir tak mampu menembus isi pikirannya. Dalam citra yang terbayang, aku merasa bersalah karena melihat saat Opank bersedih ditinggalkan olehku mengerjakan tugas sebagai relawan politik. Ia bekerja sendiri tanpa dukungan.

Opank hanya terdiam sebentar. Emosi marahnya kembali lagi. Aku tak bisa membuat dia senang. Dendamnya terlalu kuat. Apakah dia marah denganku atau dengan pekerjaannya sebagai relawan politik? Oh tidak, dia sedang menguji emosiku dengan kekuatan berbohongnya. Aku tak bisa mempercayakan kalau ini salahku semua. Opank mulai berlogika denganku.

Pepe hanya tertawa lepas melihatku dari kejauhan. Ia mulai mendekatiku dan berteriak,

Pepe: Ini lah orang tukang pamer sodara-sodara. Menurutnya menjadi populer adalah hal baik untuk dikerjakan alih-alih membantu banyak orang.

Tiba-tiba Pepe menggunakan kekuatan emosi untuk membakar semangat para kelompok aneh yang berjaket itu. Mereka dari tadi menahan-nahan untuk tidak menghajarku. Setelah mendapat semangat, tiba-tiba mereka mulai menyerangku.

Pertama-tama pasukan anak sekolahan tanggung. Lalu aku buat emosi mereka untuk memikirkan nasib orang tua mereka di rumah kalau mereka kelayapan main jam segini. Kelompok berjaket pertama ini terdiam. Kekuatan Opank dan Pepe benar-benar sangat kuat. Untuk pasukan kedua dan ketiga aku bikin mereka “Happy”. Kelompok jaket anak punk berjoget dan bernyanyidan kelompok anak gimbal mengiringinya dengan petikan dari ukulele sambil berteriak ”santai”. Mereka lebih mudah ditaklukan dibanding kelompok yang pertama.

Aku : Pepe, kau sudah ditipu oleh Opank, aku membaca emosinya. Ia sedang membohongimu dengan memanfaatkanmu untuk dendam pribadinya.

Aku coba ubah emosi Pepe. Ah dia sedang memakai jaket masteng. Kekuatanku tak mempan. Ia kebal terhadap segala jenis senjata, termasuk emosi itu sendiri.

Opank: jangan dengarkan dia, bos besar.
Aku: kau lihat saja, kata “bos besar” sebenarnya hanya mengejekmu. Kau harusnya tahu, Opank lah dulu yang membuatmu dikeluarkan dari tim relawan politik karena berbohong, bahwa kau tidak memiliki kemampuan apa-apa. Aku mempercayaimu, jelas kau punya kekuatan “ tukang kecap”
Pepe: benarkah itu?

Saat aku mencoba membuka pintu emosi Pepe agar kekuatanku bisa mempengaruhinya, aku lengah. Opank membohongi seorang aparat senjata bahwa aku adalah orang yang berbahaya di gedung pengadilan pemilu ini. Lalu terdengar suara tembakan.

Peluru itu melesat dengan cepat, kemungkinan akan membunuhku.

Tiba-tiba Pepe ingin melindungiku dari tembakan dengan mendorong dari samping. Peluru itu tidak mempan terhadap Pepe tetapi aku terlambat untuk menghindar. Aku jatuh tertembak. Pinggangku terasa perih. Aku masih kuat untuk beberapa waktu.

Pepe yang melihatku jatuh tertembak langsung menangis. Jaketnya sudah dilepas dan lewat air matanya aku mengubah emosinya.

BLAZZ…

Citra berpendar saat Aku dan Pepe sedang gila-gilanya. Mencari-cari pekerjaan tetap agar bisa bertahan hidup di Jakarta. Aku dan Pepe mendapat tawaran menjadi relawan politik. Kemudian kami bertemu Opank dan mengajaknya juga untuk bergabung menjadi relawan politik. Sejak saat itu asam-asinnya menjadi relawan kita lalui bersama. Namun dibalik itu semua ada keinginan Opank untuk memimpin. Pepe tiba-tiba dikeluarkan dan aku membelanya. Aku tidak ingin bilang bahwa semua ini karena hasutan Opank. Aku yang memutuskan keluar juga. Meninggalkan Opank untuk bekerja sendirian.

**
Pepe tiba-tiba tersenyum. Ia merasa bersalah. Lalu Opank akan merebut jaket masteng. Tujuannya, menyuruh sang pengadil pemilu untuk membuat keputusan yang sudah siap dimanipulasi, dengan “membubarkan pemilu”.

Jaket masteng itu langsung dibuang Pepe ke tengah-tengah massa yang berjoget akibat kekuatan emosiku tadi. Aku mengubah emosi mereka, yang masih memakai jaket untuk menyerang Opank. Saat Opank terdesak, Opank coba membohongi kelompok berjaket tersebut untuk menyerang balik. Tapi kekuatan dari Pepe menambah dua kali lipat kekuatanku untuk mengubah emosi mereka untuk tetap menyerang Opank.

Celaka, Opank bisa mati diserbu. Aku mengubah emosi para kelompok berjaket tersebut dan membuat pasukan berjaket tiba-tiba cengar-cengir tepat saat Opank jatuh terjerembab. Opank memandang marah dan berlanjut pergi meninggalkan lokasi. Dendamnya masih terlalu kuat. Kekuatan mengubah emosi dari ku dan tembahan menyadarkan emosi dari Pepe, tak bisa berbuat apapun. Aku harap Opank baik-baik saja. Opank hanya membohongi dirinya sendiri kalau dia sudah kalah untuk berbuat jahat.

Akhirnya sidang pemilu pun berjalan lancar.

***
Situasi sudah kondusif. Hasil pemilu sudah diketahui bersama oleh orang banyak. Aku harap tidak ada lagi tukang bohong, tukang kecap, atau memanipulasi keadaan yang bisa bikin kondisi semakin runyam.

Pepe dan aku sedang berjalan kaki menuju lapangan yang kosong. Kami sepakat ingin membakar jaket masteng. Pepe menanyai kabar pacar. Aku hanya berkata, “mungkin dia sudah menemukan pahlawan super yang menjaganya”. Lagipula aku hanya terus-terusan membuatnya sedih. Seorang yang memiliki kekuatan emosi gembira, kok sering bikin pacarnya menangis? 

Pepe hanya menggeleng kepala saat aku bercerita. Kali ini Pepe yang mengatakan bahwa dia bingung sudah mengecewakan orang tua nya. Ia ingin membuktikan dirinya bisa hidup mandiri, tentu tidak dengan rasa dendam lagi.

Aku pun memutuskan keluar dari pekerjaan ku sebagai Manajer sales. Biar aku yang akan berbicara dengan bos agar menerima Pepe kembali bekerja di perusahaan penjualan buku sekolah ini. Awalnya Pepe tidak percaya dan menanyakan, “bagaimana caranya”? masa Pepe lupa dengan kemampuanku dan kemampuan miliknya sendiri?

Perlahan api menyala membakar jaket masteng tersebut. Kini tidak ada lagi Mafia Jaket.
***
Lampu ruangan bioskop tiba-tiba menyala terang. Membuat mata ku silau. Disampingku, pacar kelihatannya sedang takjub. Ia mengatakan terima kasih karena sudah mengajaknya menonton film tentang superhero. Menurutnya aku sudah membuatnya bahagia karena mengajaknya nonton. Aku hanya bengong. Sambil berjalan keluar dari ruangan, pacar bercerita panjang-lebar tentang isi cerita film tadi. Aku hanya “meng-iya-iya-kannya” saja, hehe. Agar pacar tidak merajuk kalau tahu aku ketiduran sepanjang film diputar tadi.

Tiba-tiba aku jadi ingin menelepon Pepe.

Aku : Coy, jaket mastengnya sudah dibakar kan?
Pepe : Loe ngomong apa sih?

Pepe pun memeriksa isi lemari pakaiannya. Ia tersenyum lebar. (Tamat)