Selasa, 17 September 2019

LAKI-LAKI YANG LELAH UNTUK MENANGIS


Setiap pria mampu memanipulasi keadaan. Hanya saja urusan hati adalah persoalan lain.

(sumber: duniaku.idntimes.com)

Oleh : Rozi Hariansyah

Kondisi sekitar kampus yang terletak di pinggir jalan lenteng agung, Jakarta Selatan itu mendadak ramai. Tidak tahu siapa yang memulai, rombongan mahasiswa masuk menyerbu di depan pintu gerbang. Kira-kira tiga puluhan. Mereka rombongan dari berbagai kampus di Jakarta. Almamater yang mereka pakai berwarna-warni. Ada yang merah, hijau , kuning dan abu-abu. Kilauan matahari pada sore itu tidak bisa membohongi lagi, dari air muka mereka yang marah dengan beberapa mahasiswa yang tidak mau diajak aksi lagi.

Lanjutan demo dua jam sebelumnya, telah membuat macet jalan dari arah Depok yang mau ke arah Jakarta itu. Mereka menegaskan keinginan  untuk tetap jalan longmarch sambil mengajak mahasiswa dari kampus lain demi demo bareng. Penolakan  dari kampus kita untuk lanjut dengan aksi pada sore itu berbuah petaka. Kampus kita diserbu mahasiswa tak kenal (MTK).

Sementara itu saat yang lain sedang baku hantam, Opan seorang mahasiswa jurusan kesejahteraan sosial, sedang asyik memadu kasih dengan pacarnya. Apa yang menarik dari perempuan berlesung pipi dan berambut kepang seperti tarikan delman tersebut? hanya Opan yang tahu.

Opan masih cemas saat melihat dari kejauhan ketika suasana makin keos di depan pos satpam. Sudah saling lempar-lemparan batu. Meski jaraknya ratusan meter dari tempat Opan dan pacarnya, Mahasiswa angkatan 2009 itu tetap saja khawatir. Sambil duduk bersila dan berhadapan. Tatapan mata Opan tak membiarkan pacarnya itu beranjak. Kecuali tiba-tiba ada suara yang tak asing.

Sesosok manusia yang lewat tiba-tiba mengagetkan Opan. Dia adalah Ojin, mahasiswa jurusan ilmu politik angkatan 2010. Dia mengajak Opan untuk ikutan lempar-lemparan dengan apapun itu, untuk mengusir mahasiswa asing tersebut. Opan hanya mempersilahkan Ojin yang ingin bergegas ke depan pintu gerbang. Sepintas Opan heran, Ojin malah berbelok langkahnya ke arah kantin.

Pandangan Opan kembali ke pacar. Membalas dengan senyum sejenak. Kali ini sepasang mata pacar membalas tatapan Opan dengan seksama. Berharap punya kekuatan untuk mengatakan hal yang sebenarnya. Mungkin periode selama enam bulan adalah waktu yang tepat untuk membicarakan hal yang benar-benar serius.

Suasana suram di depan kampus memberi jawaban. Pertanda yang tidak baik bagi Opan. Ia tidak menyangka dalam suasana menjadi pelindung ini, pacar malah tega-teganya minta putus karena lain hal. Bagai petir yang disambar oleh Gundala, Opan hanya bertanya, “mengapa?”.

Yang kita tidak tahu adalah selama ini Opan terlalu posesif dengan pacar. Cemburu yang keterlaluan. Bahkan tidak rela kalau dekat-dekat dengan laki-laki lain yang kebetulan sedang satu tugas kelompok. Pacar meninggalkan Opan. Pergi menjauh menaiki tangga ke belakang gedung dekat perpustakaan. Menghindari tawuran di depan kampus atau berpaling dari Opan?

Opan hanya berharap semua ini adalah ilusi optik tipuan dari penyihir manapun. Saat menghadapi kenyataan, ia berlari menghampiri mahasiswa yang sedang ribut-ribut. Opan tak tahu mana kawan mana lawan yang mesti diserang. Pikirannya kalut. Batang kayu tergeletak dipungut dan dilempar begitu saja. Tidak kena siapa-siapa.

Opan berjanji untuk pindah jurusan kuliah tahun depan agar tidak ketemu pacarnya lagi.

**
Sementara itu kantin kampus mendadak ramai. 

Tempat duduk berwarna hijau melingkar itu terlihat kepenuhan. Kaki-kaki orang yang sedang duduk pun tidak terlihat dengan orang-orang yang berdiri dan bersiaga. Suasana di depan kampus yang membuat ini semua. Uboy jadi kerepotan.

Mahasiswa angkatan 2011 jurusan Ilmu Administasi ini lagi sibuk-sibuknya. Antrian panjang untuk membeli sesuatu, dengan sigap dilayani oleh Uboy. Ada saja yang Beli pop mie. Air kemasan tinggal sedikit, dan dua perempuan yang tak sabaran menunggu temannya untuk beli jepitan rambut. Uboy hanya geleng-geleng kepala saat ada mahasiswa yang celingak-celinguk mencari sesuatu. Padahal buku kuliah pengantar ilmu komunikasi yang sedang dicarinya itu tepat persis di depannya.

Sibuk bukan jadi alasan Uboy untuk tidak semangat sambil kuliah. Uboy merupakan salah satu mahasiswa yang beruntung karena berkuliah mendapat beasiswa. Hanya saja sebagai balas jasa, Uboy mesti tetap tinggal di wisma kampus (tempat tinggal untuk mahasiswa) dan menjaga kantin.

Saat ini mata Uboy sibuk mencari. Khawatir dia kena dampak tawuran yang sedang di depan pintu gerbang. Siapa dia? Kerumunan orang-orang di kantin ini masih mengganggu Uboy. Tetapi ada sesosok perempuan yang tidak sengaja senyum kea rah Uboy.

Perempuan dengan senyum biasa saja namun memiliki bulu mata yang lentik itu sepertinya sudah mengalihkan kantin. Uboy tak bisa berpaling setiap ada dia. Kadang kalau perempuan berjilbab itu lagi nongkrong sama teman-temannya, Uboy suka curi-curi pandang. Kali ini dia sendirian sedang duduk memandangi lapangan bola. Kesempatan buat Uboy. Bolehkah laki-laki bila duduk berduaan dengan perempuan yang bukan mahramnya?

Uboy tahu batas. Lagipula Uboy masih harus  tetap berjaga di sini. Perempuan itu sebenarnya sudah sering diajak pergi bareng oleh Uboy. Ke Perpustakaan, mampir ke taman seberang kampus ataupun makan bersama di warung restoran bertulis “Selera Minang”.

Sudah tiga bulan sejak pendekatan itu. Adalah waktu yang tepat untuk membicarakan ini semua. Uboy sayang dia. Rasa yang tak bisa ditahan lagi mengalahkan keadaan ramai di kantin. Uboy harus bergegas menghampiri dia.

Ketika ada temannya yang bernama Ojin sedang teriak kencang, “Beli-Beli”, Uboy sudah meminta tolong ke Saepudin untuk berjaga sementara waktu.

Harapan untuk bisa berbicara dari hati ke hati mendadak sirna. Ucapan itu sudah terlanjur terlontar. Dia menjauh. Ada apa? Uboy kaget. Terdengar semakin sedih saat dia bilang, “kita selama ini hanya teman, maafkan aku”. Seolah obrolan yang tadinya mengalir begitu saja tiba-tiba tersendat. Ramai terasa, tetapi hati terasa sunyi.

Biarlah lambaian dedaunan pohon bambu ini mengisyaratkan Uboy untuk tetap tenang. Tak mungkin seorang pria yang sering mengaji dan tidak lalai salat lima waktu ini berpusing hanya karena ditolak oleh seorang wanita.

Namun fakta mengatakan sebaliknya. Ada air mata antara kena debu yang berterbangan di pinggir lapangan bola atau karena kenangan tentang dia?
**
Situasi di depan pintu gerbang kampus perlahan kondusif. Satpam yang sedari tadi sibuk mengusir mahasiswa nekat menerobos kampus yang bukan tempat belajarnya itu, akhirnya bisa melunakan otot-ototnya sejenak. Bala bantuan dari dalam, terutama mahasiswa yang terusik dengan demo-demo akhirnya berakhir tenang. Orang-orang di pos satpam pun bisa mengambil napas sejenak.

Mengambil seribu meter dari depan pintu gerbang, arah kondisi jalan raya yang mengarah ke Jakarta tetap saja macet. Pepe masih mendorong sepeda motornya yang tiba-tiba mogok. Sembari mengingat apakah sudah isi bensin tadi siang barangkali, dia menghubungi pacarnya yang masih di dalam kampus.

Pepe khawatir kalau pacar kena ribut-ribut yang sedang berlangsung. Hari ini sebenarnya mahasiswa jurusan ilmu politik angkatan 2010 tersebut ingin menjemput pacar yang habis kuliah. Pacar Pepe angkatan 2008, memang lebih tua empat semester. Tetapi buat Pepe tidak masalah kalau punya pacar lebih senior.

Beriringan dengan rasa khawatir kondisi pacar di dalam kampus, Pepe terus menelepon pacar. Pepe tahu sedang ada huru-hara di depan kampus. Berhenti sejenak. Tangan sebelah kanannya tak henti-henti memantau layar Hp. Bagaimana kabar pacar?

Orang-orang yang ikutan kena macet hanya bisa membunyikan klakson saat Pepe masih berhenti untuk memastikan pacar mengangkat teleponnya. Sepeda motor Supra Fit nya hampir saja ditabrak dengan sengaja oleh orang di belakang. Pepe sangat kesal sekali. Perjalanan sampai kampus masih jauh.

Tiba-tiba Hp Opan berbunyi. Ternyata Ojin yang memberi pesan singkat. Kata Ojin tidak perlu ke kampus, daripada sakit hati.

Pepe bingung. Bisa-bisanya Ojin kasih pesan yang isinya serius. Biasanya tidak ada yang penting dari pesan yang selalu disampaikan oleh kawan satu angkatannya tersebut. Hanya saja pesan yang dikirim oleh Ojin tidak hanya teks, tetapi juga dengan foto yang membuat Pepe kaget.

Pacar sedang berduaan dengan laki-laki lain. Sudah enam ratus meter dari lokasi titik Pepe mendorong motor, rasanya Pepe ingin membanting saja sepeda motor yang lagi mogok itu. Apa yang kamu rasa kalau pacarmu sedang asyik berduaan dengan MANTANnya? sebuah pertanyaan tepat untuk menembus ulu hati setiap laki-laki yang keterlaluan kuat manapun.

Sebelumnya Pepe selalu diperingatkan Ojin untuk mencari wanita yang lain saja. Tidak apa-apa yang senior juga. Hanya saja selama ini Pepe menganggap Ojin hanya bergurau. Dia selalu mengirimi pesan berbentuk foto beberapa artis perempuan tahun 1990-an ke Hp milik Pepe. Memperingatkan bahwa potensi selingkuh ke Mantan lebih besar dari apapun.

Ojin benar, selama ini Pepe terlalu kena ilusi untuk memacari perempuan yang lebih senior. Barangkali Pepe hanya dijadikan pelarian saja. Pepe mulai berhitung. Menyadari bahwa pacarnya yang sekarang memang baru putus dengan mantannya, dua minggu yang lalu.

Pepe memang baru sebulan pacaran.

Meminggirkan sepeda motor adalah hal yang tepat. Kali ini pesan berantai dari Pepe untuk pacar terus-terusan dikirim. Pacar pun membalas dan hanya bilang “Maaf, aku masih lebih sayang dia.”

Pepe berdiam diri sejenak. Menelepon Ojin untuk bantu Stut- istilah mendorong sepeda motor mogok pakai kaki sambil jalan. Ojin yang masih di kampus pun bergegas menghampiri Pepe dan berteriak di telepon, “Kalau udah nemu pom bensin, ayok kita nongkrong di blok M, cari komik Captain Tsubasa”.

Meminum satu-dua tegukan dari air mineral yang baru saja dibeli, Pepe tak sadar air mata sudah terminum lewat hidung.

Perlahan senja hilang dan suasana depan kampus jalan lenteng agung, Jakarta selatan itu mendadak sepi.

**
“Ojin, Sedang apa kau”?

 Kapten Mampang memanggilku untuk ke bawah mengikuti buka puasa bersama. Tidak terasa sudah sepuluh hari aku menginap di Markas pada bulan Mei ini.

Aku jawab, “Nulis cerpen, Kapten”.

“Jangan galau terus”

Kapten Mampang bikin keki lagi kalau sudah meledek soal beginian.

Buru-buru aku  ke bawah karena Adzan Magrib sudah berkumandang. Sepertinya panggilan Kapten Mampang ini benar-benar penting, 

lalu….

Yang benar saja, sudah ada dua puluh orang yang duduk di meja rapat.

“Nah, Ojin, kau sudah siap mendapat tugas ini”? Kapten Mampang bikin aku waspada.

Aku akan bertempur melawan kenangan. Bukan merek kopi yah tapi*** 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar