Kamis, 27 Juni 2019

MAFIA JAKET (bag:1)


KEKUATAN emosi itu sebenarnya penting sih. Contoh sederhana deh kamu mengajak pacar kesayangan untuk berjalan-jalan. Berkendara atau jalan kaki, dengan tahu keinginanya, aku jamin hari ini menjadi milik kalian. Atau yang rumit, mau makan dimana? maka kuasai dulu keinginan sang pacar. Kalian pasti akan sukses memenangkan hatinya. Namun, se-sederhana itukah kekuatan emosi? jawabannya pasti tidak. Benar bahwa mudah membaca emosi orang lain, tetapi sulit untuk memahami emosi sendiri.

(Ilustrasi oleh: tonsoffacts.com)

Oleh : Rozi H

Hal itu yang ku-alami hari ini. Aku paling malas berdebat. Apa lagi dengan pacar sendiri. Rencana hari ini aku mau mengajak nonton. Enggak-enggak, bukan film yang itu. Maksudnya aku tidak akan memilih jenis film yang banyak cinta-cintaanya. Aku pasti pusing. Tetapi pacar pasti mau banget nonton film jenis ini. Makanya aku bilang, tidak akan memilih film itu. Beruntung hari ini semua jenis film yang tayang hampir separuhnya tentang action. Tersisa film tentang banyak ketawa atau sering-sering tutup mata (tentu saja film horror). Aku coba pahami keinginan sang pacar. Mengajak nonton film tentang superhero, dan pacar menolak.

Aku : Ayo kita nonton film ini saja
Pacar : Gak mau ah, aku pasti gak ngerti jalan ceritanya.
Aku:  Nanti pas nonton sambil dijelasin deh (sambil nyengir).
Pacar : Aku mau nonton bukan berdiskusi yah…
Aku : waduh….

Aku pahami keinginannya. Memang aku seharusnya mengalah. Selama ini waktu yang ku-punya habis untuk bekerja saja. Mungkin hanya punya satu hari untuk bersama sang pacar. Tentu mengajak dia pergi untuk menonton film pasti membuat dia senang. Sebab aku rela menyisihkan waktu rutin untuknya. Pacar sebenarnya senang-senang saja mau nonton film apapun, asal aku bisa menemaninya.

Tetapi, tidak semudah itu fergussooo!!! Aku harus berhitung rela cuti seminggu tidak bekerja demi menemani pacar yang masih kuliah. Permintaan dari pacar untuk menyetujui nonton film superhero.  Bodo amat deh dimarahin bos nanti, asal iyakan dulu saja kemauan sang pacar, hehehe.

Ketika film sedang berlangsung, aku jenuh juga nonton film tentang superhero melulu. Mending nonton sidang sengketa pemilu yang sedang ramai sekarang, pasti lebih pusing. Pada pertengahan film aku lihat kedua mata pacarku terpaku melihat layar. Ia sangat menghayati film. Aku jujur saja bosan. Aku sudah bisa menebak ending film ini. Jagoan menang dan musuhnya kalah. Lantas aku diam-diam melihat handphone. Ternyata ada pesan masuk tentang pekerjaan.

Tak bisakah aku menikmati satu hari libur saja? aku hanya ingin menemani pacar dulu. Aku pun jadi mengantuk ditengah-tengah cahaya layar bioskop yang dikelilingi kegelapan. Suara dari film itu yang membuat aku terpaku.

Aku jatuh tertidur.

***
SEKOLAH itu letaknya di pinggir jalan daerah Pasar-Rebo, Jakarta Timur. Aku sudah sampai di sini, tetapi Pepe belum. Kami bertugas untuk menjual buku pelajaran terhadap siswa-siswi sekolah dasar. Sudah lebih dari dua tahun kita berdua bekerja menjadi sales. Kadang kami ditolak, diusir atau bahkan dianggap tukang meminta sumbangan. Pahit dan manis sudah kami lalui. Memang bergantung dari cara bertahan saja sih menjalani pekerjaan ini. Misal pernah aku hampir mengamuk karena disangka tukang mainan oleh orang tua siswa, Pepe yang menahanku untuk menjaga emosi. Kemudian bergantian Pepe hampir marah-marah terhadap bos karena sering banget dibanding-bandingkan hasil pekerjaan dengan orang lain. Pepe tidak terima kalau sudah diremehkan. Ia pernah bercerita, cukup ayahnya saja yang meremehkannya.

Aku melihat jam tangan, sekarang sudah pukul tiga sore. Kira-kira Pepe kemana yah? Aku pun tidak sabar dan langsung beranikan diri untuk minta izin sama satpam yang berjaga di samping pintu gerbang. Aku mendapat izin untuk bertemu dengan kepala sekolah. Namun setelah tiga puluh menit aku berbincang dengan beliau, aku membaca emosi penolakan dari kepala sekolah. Aku belum menjelaskan penawaran buku padahal. Aku suka terlambat membaca bahasa tubuh seseorang. Saat ini aku perlu keajaiban, dan tiba-tiba..

Pepe : Permisi selamat sore, maaf saya terlambat, boleh saya masuk?
Kepala Sekolah : anda siapa? anda teman dari mas Ojin ya? sila kan duduk, tapi mohon maaf saya belum mengizinkan kalian untuk menawarkan buku terhadap para siswa di sekolah ini.

Pepe segera duduk dan tanpa ba-bi-bu malah minum kemasan di atas meja.

Kedatangan Pepe tidak banyak membantu, dia telat sih. Coba saat aku sedang melobi kepala sekolah, dia bisa bantu sebagai “tukang kecap”. Maksudnya dia pasti suka memuji segala hal yang dimiliki kepala sekolah. 

Kami berdua melangkah lunglai karena ditolak lagi oleh sekolah terakhir yang kita kunjungi. Pepe berjanji untuk jadi “tukang kecap” segala alasan yang nanti aku lontarkan sama bos. Sebelum meninggalkan pintu gerbang sekolah, kami berdua dipanggil oleh seseorang.

Kira-kira usia orang itu lima puluh tahun-an. Dengan baju berkerah cokelat yang agak lusuh, celana pendek se-paha dan bertelanjang kaki, bapak itu memanggil kami berdua dibalik tembok yang menghadap ke belakang sekolah. Siapa dia? aku main tebakan dengan Pepe. Aku mengira orang itu pasti warga sekitar yang lagi main petak-umpat. Tapi Pepe lebih ngelantur lagi, dia menganggap bapak itu orang gila yang sedang punya jahat. Salah kalau bapak itu mau merampok. Kami berdua hanya sobat misqueen.

Aku dan Pepe tetap saja beranikan untuk menghampiri. Bapak itu ternyata penjaga di sekolah ini. Kami sudah berdosa menjadikan bapak itu bahan olokan. Bapak itu sekilas melihat wajah kami berdua yang sedang muram, karena gagal closing-istilah belum laku dalam dunia sales. Bapak itu cengar-cengir dan tiba-tiba mimik wajahnya serius. Aku bisa baca emosinya kali ini. Tiba-tiba dia menarik tangan kami begitu cepat. Sambil memaksa untuk menuju ruangan yang mirip gudang. Kami menurut saja karena bingung.

Bapak itu tiba-tiba bersedih. Semoga saja dugaan Pepe benar bahwa bapak ini-kurang waras atau gila barangkali. Ia lalu melepas tangan kami dan masuk ke ruangan. Memang mirip seperti gudang. Bayangkan, debu dimana-mana, kursi yang menumpuk dan letak barang yang begitu berantakan. Bapak ini membuka lemari yang pintunya agak reyot dan menunjukkan sebuah jaket yang kelihatan sudah buluk. Aku tidak  berani mencium bau seperti apa dari jaket itu, biar hidung dari Pepe saja.

Bapak penjaga sekolah : Aku persilahkan kalian dengan ikhlas mencoba memakai jaket ini. Nasib kalian mendukung untuk mencobanya. Ini adalah jaket masteng. Yang artinya, siapapun yang memakainya “hanya sekali saja” maka akan mendapat kekuatan dari jaket ini.

Aku : Bapak sudah gi…. (aku hampir jujur)
Pepe : wah boleh pak, bapak benar nasib kami selama ini selalu kurang beruntung.

Bisa-bisanya Pepe jadi tukang kecap saat ini (aku berbicara dalam hati).

Aku : saya belum mengerti maksud bapak, apakah bapak berbohong atau memang sengaja bikin kulit kami gatal-gatal karena memakai jaket ini?
Bapak : ha..ha..ha, wahai anak muda, kamu harus mengasah kemampuan membaca emosi dengan cukup “sekali saja” memakai jaket ini.
Pepe: hmm… menarik pasti ya pak, kekuatan emosi itu. Mohon dijelaskan pak?
Bapak penjaga sekolah: Begini.. jaket ini memiliki tiga kekuatan emosi. Pertama, yaitu kemampuan mengubah emosi seseorang menjadi sebaliknya, misal dari marah menjadi gembira, sedih jadi senang, atau waras jadi gila. Orang yang memiliki kekuatan ini juga mampu membaca emosi seseorang untuk mengetahui isi pikiran. Kedua, yaitu kemampuan untuk menambah emosi seseorang menjadi sepuluh kali lipat, misal ada seseorang yang marah akan menjadi tambah marah bila terkena kekuatan ini.
Pepe  : lalu kekuatan yang ketiga pak?
Bapak penjaga sekolah : kekuatan emosi yang ketiga adalah membuat orang lain jadi percaya apa yang kita ucapkan, meskipun kita sedang berbohong.
Aku : Seperti orang-orang yang senang membuat  hoax ya pak?
Bapak penjaga sekolah : Yah begitulah, tapi kekuatan yang ketiga ini sudah dipakai oleh orang lain. Waktu itu ada pemuda yang memohon untuk memakai jaket ini. Usia-nya sama seperti kalian. Dia kelihatan sangat marah saat datang kesini. Waktu itu dia sempat mau membawa jaket ini, tapi saya larang kalau kekuatannya belum terbagi. Bahaya kalau kekuatannya masih menempel di jaket ini.
Pepe : wah benar pak, pasti bahaya memakai jaket ini kalau belum dibagi ke-kita kekuatannya, hehe
Bapak penjaga sekolah : (sambil memandang Pepe) kamu cocok memakai kekuatan yang kedua. Tukang kecap-mu kuat sekali, hahaha. Oh iya bapak hanya menyarankan setelah masing-masing dari kalian mendapat kekuatan ini, hendaklah jaket ini dibuang atau dibakar saja. Berbahaya bila sudah memiliki kekuatan emosi tetapi masih memakai jaket ini. Kekuatan kalian mungkin akan berlipat ganda. Tapi bisa membahayakan orang lain. Siapapun yang memakai jaket masteng secara terus-menerus, dia akan memiliki kekebalan dari segala jenis senjata. Orang-orang yang memakai  sweater, jas, atau baju rompi, akan menuruti segala keinginan si pemakai jaket masteng ini. Istilahnya akan menjadi seorang MAFIA JAKET.
Aku : istilah yang tidak keren…
Bapak penjaga sekolah: ingat kata-kata saya, kekuatanmu ada ditanganmu, tapi pilihan kamu yang menentukan akan jadi siapa di tengah-tengah masyarakat nanti.

Bapak penjaga sekolah itu pamit untuk keluar dari gudang. Pepe mempersilahkan aku untuk mencoba memakai jaket ini lebih dulu. Aku memakai jaket dan memilih kekuatan pertama. Kemampuan membaca dan mengubah emosi.

Hmm… tidak ada yang berubah tuh setelah aku melepas jaket masteng bulukan ini. Oh iya, sekarang sudah semakin sore, sebentar lagi sekolah pasti tutup. Aku sudah janji dengan pacarku untuk makan malam bersama. Khawatir dia marah, aku mesti pamit dengan Pepe.

Pepe hanya bengong saat aku izin untuk pulang duluan. Aku coba mengeluarkan kemampuanku. Cukup dengan menatap mata Pepe. BLAZZ…. Pepe tiba-tiba tertawa sendiri. Ah ternyata kekuatanku membuat orang lain jadi singit. Kemudian Pepe menyadari aku sedang menggunakan kekuatan mengubah emosi. Pepe lalu marah dan aku buat… dia lalu senyum-senyum sendiri, hehehe, maaf coy.

Aku meninggalkan Pepe yang masih bengong memandangi Jaket masteng itu.  Ia masih terdiam, setelah senyum-senyum gila sendiri. Pikirannya membawanya melayang. Aku tak mau memikirkannya lebih jauh. Semoga saja Pepe cepat memakai jaket itu, mendapat kekuatan emosinya dan segera pulang. Sore sepertinya akan menghilang ditelan malam. Perlahan aku meninggalkan gerbang sekolah dengan sepeda motor. Aku takut terlambat bertemu dengan pacarku. Aku sudah janji.
**

Waktu sudah berjalan tiga tahun. Kekuatan mengubah emosi ini sangat membantu untuk mengatasi berbagai kesulitan. Misal aku melihat seorang pencuri yang sedang beraksi, aku buat dia menangis karena memikirkan dampak yang diterima oleh korban-nya. Lalu ada orang tua yang akan memarahi anaknya, aku buat dia merasa senang dan malah memuji si-anak. Kadang aku juga suka bantu suasana hati orang-orang yang berlalu-lalang untuk singgah di warung makan yang kurang laku. Aku hanya buat pilihan untuk menggunakan kekuatanku secara sederhana. Orang-orang mulai banyak yang mengenalku.

Bagaimana dengan Pepe? Aku sudah tidak mengetahui kabar dia lagi. Pepe memutuskan keluar dari tempat kerja. Saat aku bertanya, dia menjawab hanya ingin membangun usaha bisnis miliknya sendiri. Aku ingin ikut dengannya. Pepe malah berucap “Kau urus saja popularitasmu dengan banyak orang”. Aku marah dan malah dibuat semakin marah tanpa sebab olehnya. Aku sadar, Pepe mengelabuiku dengan kekuatan emosinya. Kemudian aku tidak tahu lagi kabarnya.

Oh iya, aku sudah menjabat sebagai Manajer area di tempat kerja. Perjalanan karir yang cepat. Itu semua berkat kekuatan emosi yang aku punya sekarang. Aku suka memakai kekuatan emosi ini. Lebih mudah untuk bernegosiasi dengan banyak orang. Mengubah suasana hati dan pikiran orang lain untuk aku taklukan. Apakah aku sudah berbuat curang?

Tentu aku bukan orang yang tipe culas seperti itu. Sukses lahir karena kerja tekun. Selama tiga tahun ini aku bekerja lebih keras. Mau bagaimana lagi. Aku sekarang menjadi tulang punggung ayah dan ibu di rumah. Lalu menabung untuk masa depan bersama pacar pastinya.

Namun pacar tak lagi sama. Semenjak aku lebih giat bekerja dan senang membantu banyak orang, tanpa sengaja aku menjadi pusat perhatian. Tapi pacar jadi minta perhatian lebih. Sekarang aku dianggap kurang perduli sama dia. Andai pacar tahu, selama ini aku bekerja keras untuk masa depan yang lebih baik.

Aku tidak mau memakai kekuatan ku untuk mengubah emosi pacar. Biarkan hubungan kita mengalir apa adanya. Meski akan semakin sulit aku memahaminya.
***

RUMAH itu tidak lagi terasa teduh. Terutama untuk Pepe. Setelah bertengkar hebat dengan ayahnya sendiri, lagi-lagi soal dibanding-bandingkan dengan adiknya. Pepe dengan berlinang air mata memutuskan untuk pergi dari rumah. Ibu sudah berusaha untuk mencegahnya. Dengan memegang sebuah jaket, Pepe memandang langit. Ia berteriak sangat keras dan semua orang di rumah itu tiba-tiba ikut menjerit bagai bunyi kilat yang memekakkan telinga. Pepe menggunakan kekuatan emosinya untuk menguatkan amuk amarah. Ia lalu pergi sambil memakai jaket. Ternyata Pepe sudah melanggar dengan mencuri jaket masteng. Sekarang dia memakainya untuk sebuah tujuan. (bersambung).****