Kamis, 01 September 2016

Diskusi Kopi Sampai Politik Elektoral: Mewujudkan Partai Politik Alternatif Milik Rakyat.

Gerakan sosial di Indonesia selalu bergerak menuntut perubahan sosial yang lebih baik. Tentunya perubahan sosial itu harus meliputi perubahan di semua lini, yaitu tingkat ekonomi, politik dan budaya. Untuk mewujudkan hal tersebut, maka beberapa organisasi sosial sudah memulai berkonsolidasi diri membentuk sebuah gerakan politik yang bersifat alternatif. Itu artinya gerakan sosial ini sudah saatnya membangun partai politik alternatif.

Topkids.id


Oleh: Rozi Hariansyah
Realisasi ini yang  menjadi topik pembahasan dalam acara  diskusi ringan bertema “Politik Elektoral 2019 dan Prospek Gerakan Rakyat” yang diselenggarakan oleh Konfederasi Pergerakan Rakyat Indonesia (KPRI) pada pertengahan bulan agustus tahun 2016 yang lalu. Acara tersebut juga dihadiri oleh lima puluh orang yang berasal dari organisasi  anggota KPRI sendiri maupun organisasi lain yang diundang oleh KPRI.

Sebelum memulai acara, KPRI turut memperkenalkan sebuah Kedai kopi bernama KaPe RI yang beralamat di Jl Mampang Prapatan IV, No.80 Jakarta Selatan.  Sebagai wujud kemandirian ekonomi yang selama ini digagas oleh KPRI, tentunya hasil produksi dari serikat dan organisasi rakyat yang menjadi anggota KPRI, dapat dikelola dengan sebaik mungkin.

Kedai kopi ini menurut Anwar Maaruf, merupakan wujud salah-satu mandat dari Kongres KPRI yang ke-4, sesuai tiga pilar perjuangan, yaitu : perjuangan ekonomi, perjuangan politik dan perlindungan sosial transformatif.

“KPRI sudah memulai sebuah agenda kemandirian ekonomi dalam pengelolaan produksi kopi. Biji kopi yang kita produksi, sebagian besar dihasilkan dari tanah-tanah hasil reclaiming (perjuangan membebaskan tanah kembali yang sudah direbut oleh perusahaan). Kopi mungkin hanya sebagai salah satu simbol, tapi memiliki makna panjang perjuangan. Mulai dari proses produksi ditanam, dipetik, didistribusikan dan diolah di rumah produksi kopi yang beralamat di Bandung. Ternyata kita dapat menghasilkan sebuah kopi premium atau kopi murni yang berbeda dengan kopi residu sebagai sisa ampas kopi yang diekspor ke negara lain. Kopi kualitas single origin ini kami beri nama Kopi Congress“ ujar Anwar dalam perkenalannya mengenai kopi.


Pergerakan.org


Acara diskusi berlanjut. Untuk memantik diskusi mengenai pembangunan partai politik elektoral, Menurut Sapei Rusin, tahapan menuju sebuah pembangunan partai politik elektoral yang bersifat alternatif, harus dimulai dengan membangun kesadaran politik di tingkat massa organisasi akar rumput. 

“Kita harus memulai membangun kesadaran politik di berbagai sektor organisasi rakyat yang ada sekarang. Sangat penting untuk kawan-kawan yang beraktifitas mengorganisasi gerakan agar selalu konsisten untuk membangun partai politik alternatif yang memperjuangkan nasib dirinya sendiri.” Ujar Sapei yang aktif sebagai Kordinator Majelis Pengarah Organisasi (MPO) KPRI.

Sapei juga mengatakan bahwa organisasi rakyat yang ada sekarang harus bergerak melampaui kegiatan rutinitas seperti advokasi kasus dan aksi-aksi yang dilakukan dalam setiap momentum.

“Kita perlu memperjuangkan lebih jauh sebuah capaian organisasi yang selama ini sudah dilakukan oleh kawan-kawan yang bergerak untuk melindungi anggota, seperti advokasi dan melakukan aksi dalam setiap momentum baik momentum besar seperti hari buruh dan hari tani. Capaian tersebut adalah pembangunan partai politik alternatif yang lahir dari kepentingan rakyat itu sendiri.” tambah Sapei.


Pergerakan.org


MELAWAN POLITIK DIASPORA
Selama ini menurut Dirga, berdasarkan riset yang telah dilakukan oleh Pusat Kajian Politik (PUSKAPOL) UI, yang mengatakan bahwa menjelang pemilihan umum, tokoh yang muncul berdasarkan figur seperti artis cenderung menurun dalam meraih popularitas, sementara tokoh yg lahir dari gerakan akar rumput memiliki kecenderungan meraih popularitas yang meningkat. Ini adalah sebuah fenomena yang harus disikapi serius di tingkat organisasi rakyat. Namun kenyataannya, saat ini banyak dari pemimpin organisasi rakyat yang ada di Indonesia lebih memilih jalur diaspora (menyebar) ke partai politik borjuasi.

“Artinya ada peluang dari gerakan sosial untuk mengusung tokoh populis yang memiliki pengalaman membangun organisasi rakyat. Namun untuk mengusung tokoh populis ini, harus menyertakan ada nya partai politik yang dibangun sendiri oleh gerakan rakyat. Partai politik yang dibangun oleh gerakan rakyat ini harus mengikuti jalur politik elektoral untuk menjadi wadah politik bagi pemimpin potensial yang lahir dari gerakan rakyat. Hal ini menjawab bahwa posisi yang selalu mengandalkan strategi berdiaspora harus segera ditutup.”

Politik berdiaspora ini dapat dihentikan dengan melakukan penyadaran politik di tingkat basis-basis organisasi rakyat. Penyadaran politik ini dapat berupa pendidikan politik mengenai pembangunan partai politik dan strategi menghadapi momentum politik elektoral seperti pemilihan umum di tingkat akar rumput. Tetapi, menurut Erni, sebagai pendamping petani anggota Serikat Petani Pasundan (SPP) Kabupaten Tasikmalaya, yang mengatakan bahwa masyarakat pedesaan khususnya petani, mereka tidak seluruhnya menjadi apatis terhadap kehidupan berpolitik.

“Dari pengalaman melakukan pendampingan terhadap kehidupan sehari-hari petani. Saya melihat apa yang dibicarakan petani terkait politik. Di satu sisi mereka sadar bahwa sampai saat ini petani hanya menjadi alat pendulang suara momentum pemilihan umum. Artinya petani sadar bahwa partai politik yg ada sekarang belum bisa mengakomodir kepentingan petani. Sebab di benak mereka, siapapun pemimpin yang terpilih nanti sulit bagi mereka untuk mengaktualisasikan kepentingan petani. Namun di sisi lain, mereka juga memiliki kerinduan terhadap kehidupan yg lebih baik dr aspek politik di tataran elitis, seperti pimpinan organisasi, atau aktifis yang selalu mendampingi advokasi masalah tanah dan sebagainya.Mereka hanya percaya kepada figur yang selalu hadir untuk petani. Hal ini yang mengakibatkan petani tidak terlalu percaya kepada partai politik. Saya sepakat bahwa sudah saatnya pendidikan politik akan pentingnya partai politik alternatif untuk membawa kepentingan isu petani dan kepentingan sektor rakyat lainnya.”

Kecenderungan politik berdiaspora ini yang menjadi sebuah kebiasaan yang sering dilakukan menjelang pemilihan umum di tingkat gerakan sosial. Ada hal strategis yang diperhitungkan untuk kepentingan basis di organisasi rakyat.

Hal itu tidak perlu lagi dilakukan menurut Andreas Iswantoro, anggota Serikat Hijau Indonesia (SHI). Agar tidak lagi memakai strategi politik menyebar ke partai politik borjuasi. Partai politik yang dibangun bersama-sama oleh gerakan sosial dapat dimulai dari kesamaan ideologi. 

“Pengalaman kami di level gerakan lingkungan, belum ada pengurus SHI yang berdiaspora masuk partai politik yg lain. Sebab belum ada isu gerakan lingkungan sampai level nasional.”. tambah Andreas yang juga berprofesi sebagai seniman di Galleri Lentera Pembebasan.

Senada dengan hal tersebut. Yoga mengatakan bahwa gerakan rakyat memang harus mengubah bentuk menjadi sebuah gerakan politik. Indikatornya adalah  menyamakan visi gerakan dan menyosialisasikannya kepada orang banyak. 

“untuk gerakan rakyat yg sedang dibicarakan saat ini. Dasar peringkatnya memang harus berdasarkan visi yang sama. Agar kita memiliki dasar mengajak orang lain untuk membangun perjuangan politik elektoral.” Ujar Yoga yang pernah menjadi anggota serikat pekerja salah satu Perusahaan Media Cetak.

KONSOLIDASI VISI
Acara diskusi semakin menarik. Beberapa orang yang hadir mulai menyampaikan pendapat. Dengan diselingi hidangan makanan tradisional seperti singkong dan pisang rebus yang memang sengaja disajikan untuk menemani kopi, diskusi pun terus berlanjut. Pembahasan kali ini dibuka mengenai tahapan apa yang akan dipersiapkan bila organisasi rakyat serius untuk mendaftarkan diri menjadi sebuah partai politik yang siap ikut pemilu.

Upaya mewujudkan gerakan sosial  menjadi sebuah gerakan politik tentu mendapat sebuah tantangan dari aturan yang berlaku untuk menutup ruang muncul nya partai-partai baru. John Muhammad, dari Partai Hijau Indonesia (PHI) menjelaskan bahwa PHI selama ini sudah berusaha mengonsolidasikan secara internal dari anggota dan pengurus untuk mengumpulkan Kartu Tanda Penduduk (KTP) sejak bulan juli 2016 di 9 provinsi. Menurutnya dengan adanya tafsir yang berbeda mengenai UU Pemilu, maka sangat mempengaruhi kerja dari PHI itu sendiri. 

“Menurut UU Pemilu yang baru, batas waktu untuk mendaftar sebagai partai elektoral adalah 2,5 tahun setelah pemilu 2014, itu artinya adalah sebelum bulan oktober 2016. Akan tetapi ada perbedaan tafsir dari Departemen Kementerian Hukum dan Ham (Kemenkumham) yang mengatakan bahwa sebelum Bulan Oktober , harus dilakukan verifikasi. Jelas ini adalah sebuah pengkhianatan terhadap UU itu sendiri. Hal ini menyebabkan PHI pada akhirnya tetap membutuhkan kekuatan dari teman-teman gerakan sosial untuk menyatukan visi yang sama sebagai salah satu peserta partai politik elektoral.

Undang-Undang Pemilu ini dijelaskan lebih jauh oleh Muhammad Ridha, menurutnya Undang-undang ini sudah masuk menjadi agenda Program Legislasi Nasional (Prolegnas). 

“Ini artinya UU tersebut sudah menjadi satu mengenai pemilihan di tingkat DPR, DPD dan Presiden. UU pemilu ini semakin memperkecil peluang membuat partai baru. Di dalam naskah akademik DPD ternyata tidak memiliki payung hukum yang jelas. Tuntutan kita seharusnya tidak hanya terkait UU Sistem Pemilu, tetapi juga mengenai UU Sistem Kepartaian. Masalah yang muncul adalah UU ini dapat mengecilkan perayaan demokrasi rakyat.”ujar Ridha yang juga menjabat sebagai Sekretaris Wilayah KPRI DKI Jakarta.

Ada nya Multitafsir terhadap UU Pemilu tersebut dijelaskan lebih lanjut oleh Dirga, yang mengatakan bahwa memiliki konsekuensi bagi Pemerintah untuk menyelenggarakan sistem pemilu proposional yang tertutup. “Ada esensi bahaya yang selalu disebut kan bahwa APBN selalu krisis dan Pemerintah dapat menjustifikasi penyelenggaraan pemilu harus efisien, mudah dan murah.” lugas Dirga yang berprofesi sebagai peneliti Pusat Kajian Politik UI

Acara diskusi dan halal bi halal yang diselenggarakan KPRI akan berakhir. Acara yang berlangsung kurang-lebih empat jam ini dimulai pada pukul 14.00 Wib. Sebelum acara benar-benar ditutup oleh moderator, Dirga memberi pendapat tambahan untuk strategi ke-depan.


Dinamika di ruang politik elektoral memiliki dua hal yg harus diintervensi. Bila pemerintah sudah memutuskan akan memilih sistem proposional yg sama, dan sebelum itu berubah, kita dapat rumuskan bahwa kita harus bergerak dlm level praktek dan memiliki posisi. Cara ini yang paling murah untuk memanfaatkan elektoral dan menghadirkan eksistensi wadah menjadi sebuah partai politik elektoral yang solid.” tutup nya. *


*Tulisan ini sebelumnya dibuat dalam bentuk straight news di situs http://pergerakan.org/politik-elektoral-2019-partai-politik-alternatif-dan-tantangan-regulasi/.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar