Gerakan sosial
di Indonesia selalu bergerak menuntut perubahan sosial yang lebih baik. Tentunya perubahan sosial itu harus meliputi perubahan di semua lini, yaitu tingkat ekonomi, politik dan
budaya. Untuk mewujudkan hal tersebut, maka beberapa organisasi sosial sudah memulai berkonsolidasi diri membentuk sebuah gerakan politik yang bersifat
alternatif. Itu artinya gerakan sosial ini sudah saatnya membangun partai politik alternatif.
Topkids.id
Oleh: Rozi Hariansyah
Realisasi ini
yang menjadi topik pembahasan dalam acara diskusi ringan bertema “Politik Elektoral 2019 dan Prospek
Gerakan Rakyat” yang diselenggarakan oleh Konfederasi Pergerakan Rakyat Indonesia
(KPRI) pada pertengahan bulan agustus tahun 2016 yang lalu. Acara
tersebut juga dihadiri oleh lima puluh orang yang berasal dari organisasi anggota KPRI sendiri maupun organisasi lain yang diundang oleh KPRI.
Sebelum memulai acara, KPRI
turut memperkenalkan sebuah Kedai kopi bernama KaPe RI yang beralamat di Jl
Mampang Prapatan IV, No.80 Jakarta Selatan.
Sebagai wujud kemandirian ekonomi yang selama ini digagas oleh KPRI,
tentunya hasil produksi dari serikat dan organisasi rakyat yang menjadi anggota
KPRI, dapat dikelola dengan sebaik mungkin.
Kedai kopi ini menurut
Anwar Maaruf, merupakan wujud salah-satu mandat dari Kongres KPRI yang ke-4,
sesuai tiga pilar perjuangan, yaitu : perjuangan ekonomi, perjuangan politik
dan perlindungan sosial transformatif.
“KPRI
sudah memulai sebuah agenda kemandirian ekonomi dalam pengelolaan produksi
kopi. Biji kopi yang kita produksi, sebagian besar dihasilkan dari tanah-tanah
hasil reclaiming (perjuangan membebaskan tanah kembali yang sudah direbut oleh
perusahaan). Kopi mungkin hanya sebagai salah satu simbol, tapi memiliki makna
panjang perjuangan. Mulai dari proses produksi ditanam, dipetik,
didistribusikan dan diolah di rumah produksi kopi yang beralamat di Bandung.
Ternyata kita dapat menghasilkan sebuah kopi premium atau kopi murni yang
berbeda dengan kopi residu sebagai sisa ampas kopi yang diekspor ke negara
lain. Kopi kualitas single origin ini kami beri nama Kopi Congress“ ujar
Anwar dalam perkenalannya mengenai kopi.
Pergerakan.org
Acara diskusi
berlanjut. Untuk memantik diskusi mengenai pembangunan partai politik
elektoral, Menurut Sapei Rusin, tahapan menuju sebuah pembangunan partai
politik elektoral yang bersifat alternatif, harus dimulai dengan membangun
kesadaran politik di tingkat massa organisasi akar rumput.
“Kita harus memulai membangun kesadaran politik di berbagai sektor
organisasi rakyat yang ada sekarang. Sangat penting untuk kawan-kawan yang
beraktifitas mengorganisasi gerakan agar selalu konsisten untuk membangun
partai politik alternatif yang memperjuangkan nasib dirinya sendiri.” Ujar
Sapei yang aktif sebagai Kordinator Majelis Pengarah Organisasi (MPO) KPRI.
Sapei juga mengatakan
bahwa organisasi rakyat yang ada sekarang harus bergerak melampaui kegiatan
rutinitas seperti advokasi kasus dan aksi-aksi yang dilakukan dalam setiap
momentum.
“Kita perlu memperjuangkan lebih
jauh sebuah capaian organisasi yang selama ini sudah dilakukan oleh kawan-kawan
yang bergerak untuk melindungi anggota, seperti advokasi dan melakukan aksi dalam
setiap momentum baik momentum besar seperti hari buruh dan hari tani. Capaian
tersebut adalah pembangunan partai politik alternatif yang lahir dari
kepentingan rakyat itu sendiri.” tambah Sapei.
Pergerakan.org
MELAWAN
POLITIK DIASPORA
Selama ini menurut Dirga, berdasarkan riset yang
telah dilakukan oleh Pusat Kajian Politik (PUSKAPOL) UI, yang mengatakan bahwa
menjelang pemilihan umum, tokoh yang muncul berdasarkan figur seperti artis
cenderung menurun dalam meraih popularitas, sementara tokoh yg lahir dari
gerakan akar rumput memiliki kecenderungan meraih popularitas yang meningkat.
Ini adalah sebuah fenomena yang harus disikapi serius di tingkat organisasi
rakyat. Namun kenyataannya, saat ini banyak dari pemimpin organisasi rakyat
yang ada di Indonesia lebih memilih jalur diaspora (menyebar) ke partai politik
borjuasi.
“Artinya ada peluang dari
gerakan sosial untuk mengusung tokoh populis yang memiliki pengalaman membangun
organisasi rakyat. Namun untuk mengusung tokoh populis ini, harus menyertakan
ada nya partai politik yang dibangun sendiri oleh gerakan rakyat. Partai
politik yang dibangun oleh gerakan rakyat ini harus mengikuti jalur politik
elektoral untuk menjadi wadah politik bagi pemimpin potensial yang lahir dari
gerakan rakyat. Hal ini menjawab bahwa posisi yang selalu mengandalkan strategi
berdiaspora harus segera ditutup.”
Politik berdiaspora ini dapat dihentikan dengan
melakukan penyadaran politik di tingkat basis-basis organisasi rakyat.
Penyadaran politik ini dapat berupa pendidikan politik mengenai pembangunan
partai politik dan strategi menghadapi momentum politik elektoral seperti
pemilihan umum di tingkat akar rumput. Tetapi, menurut Erni, sebagai pendamping
petani anggota Serikat Petani Pasundan (SPP) Kabupaten Tasikmalaya, yang
mengatakan bahwa masyarakat pedesaan khususnya petani, mereka tidak seluruhnya
menjadi apatis terhadap kehidupan berpolitik.
“Dari pengalaman melakukan pendampingan terhadap kehidupan sehari-hari
petani. Saya melihat apa yang dibicarakan petani terkait politik. Di satu sisi
mereka sadar bahwa sampai saat ini petani hanya menjadi alat pendulang suara momentum
pemilihan umum. Artinya petani sadar bahwa partai politik yg ada sekarang belum
bisa mengakomodir kepentingan petani. Sebab di benak mereka, siapapun pemimpin
yang terpilih nanti sulit bagi mereka untuk mengaktualisasikan kepentingan
petani. Namun di sisi lain, mereka juga memiliki kerinduan terhadap kehidupan
yg lebih baik dr aspek politik di tataran elitis, seperti pimpinan organisasi, atau
aktifis yang selalu mendampingi advokasi masalah tanah dan sebagainya.Mereka
hanya percaya kepada figur yang selalu hadir untuk petani. Hal ini yang
mengakibatkan petani tidak terlalu percaya kepada partai politik. Saya sepakat
bahwa sudah saatnya pendidikan politik akan pentingnya partai politik
alternatif untuk membawa kepentingan isu petani dan kepentingan sektor rakyat
lainnya.”
Kecenderungan politik berdiaspora ini yang menjadi
sebuah kebiasaan yang sering dilakukan menjelang pemilihan umum di tingkat gerakan
sosial. Ada hal strategis yang diperhitungkan untuk kepentingan basis di
organisasi rakyat.
Hal itu tidak perlu lagi dilakukan menurut Andreas
Iswantoro, anggota Serikat Hijau Indonesia (SHI). Agar tidak lagi memakai
strategi politik menyebar ke partai politik borjuasi. Partai politik yang
dibangun bersama-sama oleh gerakan sosial dapat dimulai dari kesamaan ideologi.
“Pengalaman kami di level gerakan
lingkungan, belum ada pengurus SHI yang berdiaspora masuk partai politik yg
lain. Sebab belum ada isu gerakan lingkungan sampai level nasional.”.
tambah Andreas yang juga berprofesi sebagai seniman di Galleri Lentera
Pembebasan.
Senada dengan hal tersebut. Yoga mengatakan bahwa
gerakan rakyat memang harus mengubah bentuk menjadi sebuah gerakan politik.
Indikatornya adalah menyamakan visi
gerakan dan menyosialisasikannya kepada orang banyak.
“untuk gerakan rakyat yg sedang dibicarakan saat ini. Dasar peringkatnya
memang harus berdasarkan visi yang sama. Agar kita memiliki dasar mengajak
orang lain untuk membangun perjuangan politik elektoral.” Ujar Yoga yang
pernah menjadi anggota serikat pekerja salah satu Perusahaan Media Cetak.
KONSOLIDASI
VISI
Acara diskusi semakin menarik. Beberapa
orang yang hadir mulai menyampaikan pendapat. Dengan diselingi hidangan makanan
tradisional seperti singkong dan pisang rebus yang memang sengaja disajikan
untuk menemani kopi, diskusi pun terus berlanjut. Pembahasan
kali ini dibuka mengenai tahapan apa yang akan dipersiapkan bila organisasi rakyat
serius untuk mendaftarkan diri menjadi sebuah partai politik yang siap ikut
pemilu.
Upaya mewujudkan gerakan sosial menjadi sebuah
gerakan politik tentu mendapat sebuah tantangan dari aturan yang berlaku untuk menutup
ruang muncul nya partai-partai baru. John Muhammad, dari Partai Hijau Indonesia
(PHI) menjelaskan bahwa PHI selama ini sudah berusaha mengonsolidasikan secara
internal dari anggota dan pengurus untuk mengumpulkan Kartu Tanda Penduduk
(KTP) sejak bulan juli 2016 di 9 provinsi. Menurutnya dengan adanya tafsir yang
berbeda mengenai UU Pemilu, maka sangat mempengaruhi kerja dari PHI itu
sendiri.
“Menurut UU Pemilu yang baru,
batas waktu untuk mendaftar sebagai partai elektoral adalah 2,5 tahun setelah
pemilu 2014, itu artinya adalah sebelum bulan oktober 2016. Akan tetapi ada perbedaan
tafsir dari Departemen Kementerian Hukum dan Ham (Kemenkumham) yang mengatakan
bahwa sebelum Bulan Oktober , harus dilakukan verifikasi. Jelas ini adalah sebuah
pengkhianatan terhadap UU itu sendiri. Hal ini menyebabkan PHI pada akhirnya tetap
membutuhkan kekuatan dari teman-teman gerakan sosial untuk menyatukan visi yang
sama sebagai salah satu peserta partai politik elektoral.
Undang-Undang Pemilu ini dijelaskan lebih jauh oleh
Muhammad Ridha, menurutnya Undang-undang ini sudah masuk menjadi agenda Program
Legislasi Nasional (Prolegnas).
“Ini
artinya UU tersebut sudah menjadi satu mengenai pemilihan di tingkat DPR, DPD
dan Presiden. UU pemilu ini semakin memperkecil peluang membuat partai baru. Di
dalam naskah akademik DPD ternyata tidak memiliki payung hukum yang jelas. Tuntutan
kita seharusnya tidak hanya terkait UU Sistem Pemilu, tetapi juga mengenai UU
Sistem Kepartaian. Masalah yang muncul adalah UU ini dapat mengecilkan perayaan
demokrasi rakyat.”ujar Ridha yang juga menjabat sebagai Sekretaris Wilayah
KPRI DKI Jakarta.
Ada nya Multitafsir terhadap UU Pemilu tersebut dijelaskan lebih lanjut oleh Dirga, yang mengatakan bahwa memiliki konsekuensi bagi Pemerintah untuk menyelenggarakan
sistem pemilu proposional yang tertutup.
“Ada esensi bahaya yang selalu disebut kan bahwa APBN selalu krisis dan
Pemerintah dapat menjustifikasi penyelenggaraan pemilu harus efisien, mudah dan
murah.” lugas Dirga yang berprofesi sebagai peneliti Pusat Kajian Politik UI
Acara diskusi dan halal bi halal yang
diselenggarakan KPRI akan berakhir. Acara yang berlangsung kurang-lebih empat
jam ini dimulai pada pukul 14.00 Wib. Sebelum acara benar-benar ditutup oleh
moderator, Dirga memberi pendapat tambahan untuk strategi ke-depan.
Dinamika
di ruang politik elektoral memiliki dua hal yg harus diintervensi. Bila
pemerintah sudah memutuskan akan memilih sistem proposional yg sama, dan
sebelum itu berubah, kita dapat rumuskan bahwa kita harus bergerak dlm level praktek
dan memiliki posisi. Cara ini yang paling murah untuk memanfaatkan elektoral dan
menghadirkan eksistensi wadah menjadi sebuah partai politik elektoral yang
solid.” tutup nya. *
*Tulisan ini sebelumnya dibuat dalam bentuk straight news di situs http://pergerakan.org/politik-elektoral-2019-partai-politik-alternatif-dan-tantangan-regulasi/.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar