Forever
hold the dream inside, The chance to fight another fight
The
breaking hearts that stand for all our lives…
Live
tonight.
(Operation
Ground And Pound, by Dragonforce:2006)
Kadang-kadang kita
terlihat bahagia dihadapan orang lain. Meski sebenarnya tidak.
Bahagia bagaimanapun
harus diperjuangkan. Apakah ada diantara kita yang belum bahagia sampai hari
ini? Seperti yang dikatakan Dewi Athena dalam cerita Mitologi Yunani, Dewa-Dewi
Olympia, “Mencari adalah langkah awal dari kebijaksanaan”. Dewi Athena
seolah-olah terlihat bijaksana. Eh tapi dia memang dewi kebijaksanaan sih.
Kalau begitu mulai sekarang aku akan mencoba mencari makna sebenarnya apa itu
bahagia.
(Sumber: Youtube/Dragonforce)
Oleh : Rozi Hariansyah
Tetapi tidak hari ini.
Karena sekarang aku
harus mencari makhluk mitologi alias Pepe yang mengajak ketemuan di warteg
daerah Mampang, Jakarta Selatan. Enggak jauh sih. Hanya saja kalau kamu tahu
aku mesti menerebos jalan tegal parang raya pada sore hari. Aku seharusnya
memutar lewat jalan mampang prapatan saja. Jalan ini lagi macet coy,
orang-orang mulai berlalu-lalang pulang kerja. Klakson sini-sana bikin berisik.
Sudah untung bisa lewat jalan tembus. Perilaku orang-orang yang tidak sabaran.
Kelakuan minor.
Tapi soal kelakuan
minor, Orang minor ini kemana ya, katanya janjian di warteg daerah sini, coba
wa Pepe lagi ah.
“Warteg yang dimana coy? gue udah keliling daerah tegal parang cuma buat
ngintipin tiap warteg satu-persatu.” terkirim untuk Pepe.
Aku memberhentikan laju
motor sejenak. Menengok warteg yang terletak di kanan-kiri jalan. Oh shit, aku terlihat seperti orang yang
mencurigakan, kalau tidak buru-buru pergi, bisa-bisa aku dilempar pakai tempe
orek. Tiba-tiba cewek cakep lewat dan hatiku handphone ku bergetar.
“Lau
gak usah celingak-celinguk kek maling, ini gue ada di warteg di pertigaan jalan
yang lau lewatin tadi, hehe.” Pepe membalas pesan
dariku.
Kalau Pepe lihat aku
melewati jalan pertigaan yang tadi, kenapa dia tidak memanggil? nanti aku sleding tackle dia
“Setan
lau, gue kan harusnya gak bolak-balik gini” aku balas wa
Pepe.
Sesampainya di warteg, Pepe
ternyata lagi nongkrong bareng Opan.
Wartegnya bernama Warteg-Semogah-Berkah-Sayang-(Sayang Duitnya
Gue Mah)
‘’Wei,
ini dia jagoannya, nongkrong dulu lah, ngopi dulu.”
cecar Pepe
Sepertinya nasibku bisa
terancam kalau berlama-lama di dalam warteg ini. Bisa-bisa disuruh traktir.
“Nah
ini, ayok duduk kandah” Opan penuh dengan senyum-mesum.
“Iye
gue tahu kalian minta dibayarin kopi” jawabku tanpa
basa-basi.
Opan dan Pepe sudah
kelihatan hidung belangnya. Dari dua piring sisa bekas nasi dan puntung rokok
yang buyar didalam gelas-gelas kopi tak berdosa. Pantas saja wajah mbak warteg yang
berada di dekatnya agak misuh. Mungkin senewen meskipun sudah ada asbak, dua bocah planet
namek ini buang puntungnya masih sembarangan.
“Jadi coy, mau ke bursa kerja nih, siapa yang
mau cari kerja?” tanya ku cepat.
“Iya nih gue mau cari kerjaan”. Pepe
melirik Opan. Sepertinya ada maksud tertentu.
“Gue nemenin aja yah”.
Opan mulai terasa bosan.
Tadinya
aku curiga bahwa aku dipanggil untuk bayar kopi dan nasi saja. Kubayar tagihan
mereka berdua untuk memastikan Pepe dan Opan tidak jadi tahanan seumur hidup di
warteg ini .
Lalu…
kenapa mesti ke Bursa Kerja? kita bertiga tahu bahwa harga diri dari seorang
laki-laki adalah bekerja.
Tiba-tiba kita sudah
sampai didepan pintu masuk antrian Bursa Kerja. Papan lampu menyala-nyala itu
bertuliskan Selamat-Datang-Para-Pencari-Kerja.
Aku dan Pepe sebenarnya
sudah punya pekerjaan rutin. Aku yang mesti menunggu tempat les anak-anak
pulang sekolah dan Pepe yang menjadi guru di sekolahan swasta. Tetapi tidak
dari wajah Opan yang terlihat bosan dari tadi. Dia mempersilahkan kami berdua
saja yang masuk kedalam.
“Gue mau ngerokok dulu diluar
ya, kalian saja yang masuk kedalam”. ujar Opan.
Aku tahu Opan tidak
akan masuk kedalam. Lagipula di Bursa Kerja ini lebih banyak dikunjungi
orang-orang yang memiliki ijasah S2, S1 ataupun D3. Sangat jarang dijumpai
orang yang hanya lulus SMA saja untuk mencari kerja disini.
Opan bukan orang yang
payah. Aku tahu dia pernah merelakan untuk tidak lanjut kuliah karena diputusin
pacar, maksudnya dia memilih terjun aktif di organisasi politik meskipun
kemudian hari- dia dikecewakan oleh seniornya sendiri. Aku merasa berdosa dulu
sering ceng-cengin dia dan organisasinya.
Kalau kamu pernah lihat
tempat Bursa Kerja, yah begini ini. Orang bergerombol berbaris tertib. Pakai
baju kemeja rapih, necis dan wangi. Tak peduli laki-laki ataupun perempuan.
Kita terlihat sama. Untuk sebuah harapan yang lebih baik.
Tiba-tiba Pepe gokil.
“Aku
hanyalah manusia biasa yang tak pernah lepas dari, khilafku mencoba mengubah
segalanya…”
Anjriiiiit, Pepe malah
nyetel lagu disini. Aku tahu dia sudah puber saat Band Radja lagi jaya-jaya
nya.
“Sori
kepencet player musik” Pepe nyengir tanpa rasa malu
Orang-orang tadinya kaget
disangkain ada Ian Kasela disini. Tetapi Pepe lagi tidak memakai kacamata hitam
tuh.
Orang-orang disini pada
akhirnya tidak peduli juga tuh dengan kejadian yang tadi. Masih dengan harapan
yag besar untuk rela berbaris berdesakan mencari peluang kerja yang lebih baik.
Samar aku melihat dari luar, sudah banyak stand
dan meja yang berjejer didalam. Bentuknya kotak-kotak. Lalu orang-orang rela
antri untuk sekedar menaruh daftar riwayat hidupnya. Ada perusahaan di bidang
jasa, keuangan, perbankan, otomotif, ritel, yang online-online juga ada.
Kemungkinan lengkap.
“Pepe
lau siap nih masuk dengan kondisi ramai begini?”
tanyaku pada Pepe.
Lah tiba-tiba Pepe
menghilang dibelakangku.
***
Aku seperti mengalami
gempa waktu.
Pada penghujung bulan
Januari 2015. Aku mendatangi tempat yang ramai dikunjungi para pencari kerja
dari pelosok Jabodetabek. Lapangan Bola daerah Senayan. Seribuan kira-kira
jumlahnya. Ah, tidak. Kayaknya sepuluh-ribuan orang ada disini. Ada yang masih
baru lulus kuliah sama sepertiku, ada juga yang brewokan kayak sudah tua. Tapi
mungkin memang wajahnya saja yang terlihat tua, tapi usia sama sepertiku. Kami rela
membayar tiket lumayan mahal-tiga puluh lima ribu- dan berdesak-desakan bau
keringat, jempol tangan, bahkan bau
jempol kaki juga ada, saking padatnya tempat ini.
Modal ku hanya ijasah
dan nilai indeks prestasi kumulatik
(IPK) saat kuliah. Nilai IPK ku sebenarnya diatas rata-rata. Tapi sepertinya
tidak ada pengaruhnya kalau mencari kerja ramai-ramai begini.
Aku tahu bahwa mendapat
IPK yang bagus bukan jaminan dapat kerja lebih cepat. Mungkin saja kamu pernah
punya kawan yang bahkan waktu kuliahnya biasa-biasa saja dan cenderung
biasa-diluar-maksudnya, suka bolos tidak kuliah. Meski memiliki pekerjaan yang
upahnya lebih dari cukup bahkan sejahtera. Kesalahanku adalah tidak memahami
bahwa realitas tidak melulu soal nilai akademis. Aku tidak pernah iri dengan
orang yang beruntung. Aku hanya perlu berhitung dengan kemampuanku sendiri.
Dan … lama aku menunggu
panggilan kerja dari mencari pekerjaan di tempat yang kemarin, aku baru sadar
namanya Bursa Kerja.
Pada akhirnya aku
berhasil mendapat pekerjaan pertamaku di bulan Oktober 2015, bukan dari Bursa
Kerja sih, tapi dari situs pencari kerja. Pekerjaan pertamaku adalah menjadi
sales majalah dan komik pengetahuan alam untuk anak-anak.
Aku lagi memperagakan
sebuah stik bekas es krim untuk dijadikan mainan harmonika disamping siswa sekolah. Kira-kira kelas empat, yang sedang duduk-duduk tidak jauh
dari sekolahnya. Aku ingin memberinya gratis, Barangkali bocah ini senang
dengan pengetahuan alam. Misalnya kenapa terjadinya sebuah bunyi? karena adanya
getaran yang merambat.
Akhirnya Harmonika mini
itu berbunyi setelah ditiup. Lalu Emaknya si anak kelas empat itu datang.
“Jangan
duduk disitu, nanti disuruh beli” emak-emak itu
sekonyong-konyong menyindirku.
Ya Tuhan, aku sabar. Kadang
niat tulus tidak mesti dibalas dengan hal baik.
Kemudian pikiranku
kembali.
“Coy
jangan bengong aje,” tepukan Pepe kenceng banget..
“Lau
kemana aja coy?” aku tanya Pepe.
“Dari
tadi gue keliling coy” kata Pepe.
“Perasaan
lau dibelakang gue tadi?” aku terheran.
“Udah
temenin gue yuk” Pepe menarikku dari samping.
Aku khawatir ini si
Pepe bakal kumat gilanya. Benar saja, tidak lama ada seorang perempuan yang meringis
karena kakinya terinjak Pepe. Eh Pepe malah cengir sambil bilang,
“Maafin temen gue yang
Mbak” Pepe jawab kalem.
Pepe setan.
***
Setengah jam aku dan
Pepe terombang-ambing ditengah lautan manusia. Pepe semangat banget cari kerja
disini. Aku hanya ingin ketemu Pepe dan Opan saja sebenarnya, tidak ada maksud
cari pekerjaan lain, meski selalu ada yang membisik dalam kepalaku akhir-akhir
ini.
Pepe aku bawa ke
pojokkan.
“Pepe, lau kan sudah
kerja coy, ngapain cari kerja lagi”? aku bertanya
“Lau kira orang-orang
yang datang disini hanya yang belum kerja semua? Banyak coy yang nyari peluang
lebih bagus”kata Pepe.
Aku tak sampai hati
bila ingin keluar dari tempat kerjaku dengan cara ini. Kalaupun itu terjadi, aku
pasti pamit secara baik-baik, baru mencari yang baru.
Tapi Pepe sepertinya
punya pemikiran lain. Aku tahu usia dia lebih tua dari aku. Kalau aku
mengungkitnya lagi soal usia, tanganku bisa digigit olehnya. Ini memang Bursa
kerja pertamanya, setelah lulus kuliah. Dia pernah bilang, andai bisa kembali
ke jaman tahun 2009an, dia lebih baik kerja saja dibanding lebih banyak main
game di rental PS alih-alih berkuliah.
Setelah itu aku dan
Pepe keluar dari tempat Bursa Kerja.
“Opan
mana ya”? tanya pepe.
“Gue jadi gak enak,
ninggalin dia sendirian” jawabku
Dikejauhan Opan
terlihat lagi diskusi sama tukang siomay, semoga dia tidak cerita-cerita soal Avengers lagi.
“Opan,
balik yuk coy” tereak Pepe.
Kami bertiga janjian
untuk ngopi di kedai temanku di daerah Mampang. Aku masih belum mengerti
mengapa Pepe dan Opan mengajakku ke Bursa Kerja.
“Coy
lau mau tahu gak, kenapa lau gue panggil kesini?”
tiba-tiba Pepe bisa baca pikiranku.
“LAU
SIH KERJA MELULU JARANG NONGKRONG HAHAHA. SEKALINYA LIBURAN, MASIH HARUS CARI KERJA,
HAHAHA.” Pepe tiba-tiba kayak zombie, yang perlahan memakan
isi kepalaku.
“sebenarnya
gak mesti kesini juga, gue males nunggu kalian berdua.”
Opan jawab datar.
***
Aku kembali fokus
melihat si Thanos-botak-berdagu-getuk-lindri-ungu lagi menghajar habis-habisan
para avengers. Tidak lama filmnya
selesai dan sebagian pahlawan menjadi debu. Thor idiot banget, gagal bunuh
Thanos.Tidak lama, aku memencet tombol
off penanda monitor komputer itu sudah tidak menyala lagi.
“Aduh
Dadang lama banget pulang nya” aku beranjak dari
kursi.
Aku memang sedang libur
kerja hari ini. Bolak-balik aku melihat wa, tidak ada pesan yang masuk. Paling
sebal kalau nge-chat, dibaca doang
kayak wa si Pepe ini. Mentang-mentang sedang asyik kerja jadi guru dia.
Pun dengan Opan,
sepertinya dia sudah menemukan dunianya untuk bertarung di lapangan politik.
Buat dia, politik itu adalah AKAL-CAIR, bukan akal sehat yang
didengung-dengungkan Filsuf artis
yang sering nongol di televisi.
Bukankah bekerja memang
untuk mengaktualisasi diri dan sebuah kebutuhan?
Mungkin aku merasa
capek. Aku bukan Superhero yang bisa melakukan
segalanya. Hari libur ini akan kumaksimalkan untuk nongkrong bareng teman-teman
perjuangan dahulu.
Kali ini wa ku mendapat
pesan dari kawan lama.
“titittirittitit….titittirittitit…”
kok bunyinya kayak gini? ternyata ini wa dari Pepe.
“Coy, temenin gue ke
Bursa Kerja yuk, gak jauh dari Mampang kok”.
Sudahi saja, Aku bukan pahlawan
super dan aku akan cari kebahagian ku sendiri.
Kehidupan akan tetap
terus berjalan. (Habis).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar